PADANG, HARIANHALUAN.ID — Ketua Bundo Kanduang Sumbar, Puti Reno Raudha Thaib menilai, persoalan meningkatnya kasus HIV/AIDS ini bukan hanya semata masalah medis, melainkan juga cerminan rapuhnya benteng moral dan hilangnya sistem pendidikan sosial Minangkabau yang dahulu kokoh.
Menurut Raudha Thaib, akar dari persoalan ini terletak pada hilangnya pola asuh bersama atau sebuah kearifan lokal Minangkabau yang menjadikan pendidikan anak sebagai tanggung jawab bersama seluruh kaum, bukan hanya orang tua kandung.
“Dulu anak-anak Minang dididik oleh mamak, ninik, dan seluruh kaum. Sekarang pola itu hilang. Anak hanya diasuh oleh ayah dan ibu yang juga sibuk mencari nafkah. Akibatnya, pergaulan anak tidak lagi terpantau,” ujarnya kepada Haluan, Rabu (12/11).
Ia menyebut situasi ini sebagai tanda bahwa “pasak alah lungga”, istilah adat yang menggambarkan hilangnya fondasi moral dan sistem pendidikan dalam kaum. “Ketika pasak lungga, rumah sosial Minangkabau itu akan goyah. Anak-anak tumbuh tanpa arahan, tanpa suri teladan, tanpa benteng agama dan adat,” katanya.
Raudha Thaib juga menyoroti fenomena pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, hingga maraknya tempat hiburan malam dan kafe karaoke yang menurutnya berkontribusi besar terhadap peningkatan perilaku menyimpang di kalangan remaja Ranah Minang hari ini.
“Sekarang, ancaman moral datang dari berbagai arah. Mulai dari minuman keras, perzinaan, hingga perilaku LGBT. Semua itu saling berkaitan, saling menguatkan. Maka jangan heran jika penyakit seperti HIV/AIDS kian menyebar di Ranah Minang,” katanya.
Sebagai bundo kanduang, ia mengingatkan bahwa Sumbar memiliki warisan nilai luhur yang selama ini menjadi benteng sosial agama, adat, dan pendidikan dalam kaum. Ia menilai, untuk mengatasi krisis moral ini, masyarakat Minangkabau harus kembali ke akar nilai budaya dan agama yang telah diwariskan leluhur.
“Kita ini punya pepatah ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah’. Tapi hari ini, banyak yang lupa maknanya. Kalau adat dan syarak tidak lagi menjadi pedoman hidup, maka generasi muda akan kehilangan arah,” ujarnya.
Raudha Thaib juga menekankan bahwa dunia pendidikan formal perlu menjadi benteng utama pencegahan degradasi moral, dengan memperkuat pendidikan karakter dan nilai agama sejak dini. Namun, pendidikan itu harus disokong oleh keluarga dan lingkungan sosial. “Sekolah boleh mengajar, tapi membentuk akhlak itu tanggung jawab bersama. Anak-anak harus didekatkan kembali dengan surau, dengan keluarga besar, dengan nilai-nilai adat. Kalau tidak, kita akan terus kehilangan generasi,” tuturnya. (*)














