HARIANHALUAN.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) merilis tingkat kemiskinan periode Maret 2022 mencapai 335,21 ribu orang.
“Dibandingkan September 2021, jumlah penduduk miskin turun 4,72 ribu orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2021, jumlah penduduk miskin turun sebanyak 35,46 ribu orang,” ucap Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Sumbar, Krido Saptono, Jumat (15/7).
Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 tercatat sebesar 5,92 persen, turun 0,12 persen poin terhadap September 2021 dan turun 0,71 persen poin terhadap Maret 2021.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2021–Maret 2022, jumlah penduduk miskin perkotaan naik sebesar 3,08 ribu orang, di pedesaan mengalami penurunan sebesar 7,79 ribu orang.
“Persentase kemiskinan di perkotaan naik dari 4,83 persen menjadi 4,95 persen. Sementara itu, di pedesaan turun dari 7,23 persen menjadi 6,86 persen,” katanya.
Krido menambahkan perubahan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak akan terlepas dari perubahan nilai garis kemiskinan.
“Garis kemiskinan (GK) merupakan rata-rata pengeluaran per kapita perbulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin. Garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin Maret 2022 adalah Rp610.941,- (kapita/bulan). Selama periode September 2021–Maret 2022, GK naik sebesar 5,42 persen. Kenaikannya dari Rp579.545,- perkapita per bulan pada September 2021 menjadi Rp610.941, perkapita per bulan pada Maret 2022,” ucapnya.
Sementara pada periode Maret 2021–Maret 2022, garis kemiskinan naik sebesar 7,43 persen, yaitu dari Rp568.703,- perkapita per bulan pada Maret 2021 menjadi Rp610.941,- per kapita per bulan pada Maret 2022.
Jika dibandingkan antara September 2021 dengan Maret 2022, maka garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat sebesar 5,11 persen. Sedangkan di daerah pedesaan meningkat 5,69 persen.
Dengan memperhatikan komponen GK, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2022 sebesar 75,77 persen.
Pada Maret 2022, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di pedesaan, pada umumnya hampir sama. Beras masih memberi sumbangan terbesar, yakni sebesar 19,26 persen di perkotaan dan 22,50 persen di pedesaan.
Selain itu, rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (14,69 persen di perkotaan dan 17,03 persen di pedesaan). Komoditi lainnya adalah cabai merah (5,53 persen di perkotaan dan 5,89 persen di pedesaan), tongkol/tuna/cakalang (3,17 persen di perkotaan dan 3,27 persen di pedesaan), telur ayam ras (3,50 persen di perkotaan dan 3,10 di pedesaan), daging ayam ras (3,67 persen di perkotaan dan 2,87 persen di pedesaan), roti (2,06 persen di perkotaan dan 2,36 di pedesaan), gula pasir (1,92 persen di perkotaan dan 2,34 persen di pedesaan), dan seterusnya.
Sementara komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada GK perkotaan dan perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, dan pakaian jadi anak-anak.
Menurutnya, persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
“Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan,” katanya lagi.
Pada periode September 2021–Maret 2022, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada September 2021 adalah 0,962 turun 0,157 poin menjadi 0,804 pada Maret 2022. Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0,061 dari 0,225 pada September 2021 menjadi 0,164 pada Maret 2022.
Jika berdasarkan daerah perkotaan dan pedesaan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami penurunan. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah pedesaan lebih tinggi daripada di daerah perkotaan. Pada Maret 2022, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan sebesar 0,647 sementara di daerah pedesaan lebih tinggi, yaitu mencapai 0,956.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menunjukan bahwa penduduk miskin di pedesaaan memiliki rata-rata (gap) pengeluaran dengan garis kemiskinan yang lebih besar dibandingkan penduduk miskin perkotaan. Kondisi penduduk miskin di perkotaan sedikit lebih baik, dilihat dari nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yang lebih kecil dibanding penduduk pedesaan.
“Artinya, diperlukan usaha yang lebih besar untuk mengentaskan penduduk pedesaan dari kemiskinan daripada di perkotaan,” ucapnya.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengindikasikan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin. Di pedesaan, nilai indeks ini masih lebih tinggi di banding di perkotaan. Pada Maret 2022, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di pedesaan sebesar 0,196 dan di perkotaan sebesar 0,131 di periode yang sama.
Krido menambahkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama periode September 2021–Maret 2022.
“Pertama Pandemi Covid-19 yang berkelanjutan berdampak pada perubahan perilaku, serta aktivitas ekonomi penduduk, sehingga mempengaruhi angka kemiskinan. Jumlah kasus harian Covid-19 pada Maret 2022 menurun dibandingkan September 2021,” ujarnya.
Kedua, Ekonomi Sumatera Barat triwulan I-2022 terhadap triwulan I-2021 mengalami pertumbuhan sebesar 3,64 persen (y-on-y). Ketiga, pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2022 tumbuh sebesar 3,01 persen (y-on-y), mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun 2021 yang terkontraksi sebesar 2,78 persen. Keempat, Selama periode September 2021–Maret 2022, angka inflasi umum tercatat sebesar 3,34 persen.
Terakhir, Nilai Tukar Petani (NTP) Maret 2022 sebesar 113,32, lebih tinggi dibading NTP September 2021 yang sebesar 110,69. NTP diatas 100 menunjukkan harga yang diterima petani lebih besar daripada yang dibayarkan. (*)