Hingga Juli 2022, Tercatat Anak Jadi Korban Kekerasan di Sumbar Capai 233 Kasus

ilustrasi kekerasan terhadap anak

ilustrasi kekerasan terhadap anak

HARIANHALUAN.ID – Kasus kekerasaan terhadap anak di Sumatra Barat (Sumbar) hingga Juli 2022 mengalami peningkatan. Tercatat sebanyak 233 kasus yang terjadi pada anak dengan 254 korban.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Gemala Ranti menyebutkan, peningkatan kasus ini umumnya terjadi karena lemahnya pemahaman dan perlindungan orang tua terhadap anak. 

“Sampai Juli tahun ini memang ada peningkatan. Ini umumnya, karena rendah dan rapuhnya pemahaman orang tua tentang anak. Ketahanan keluarga tidak begitu baik, sehingga memicu terjadinya kekerasan terhadap anak. Parenting skill harus terus lebih diasah lagi, ini juga tidak jauh dari kesiapan mental orang tua,” katanya. 

Ia menyebutkan, selain rendahnya ketahanan dan pemahaman keluarga, kemajuan teknologi informasi juga menjadi pemicu selanjutnya. Adanya ketimpangan perkembangan pesatnya kemajuan teknologi informasi dengan perkembangan pemahaman keluarga, menjadikan ketidaksinambungan hubungan antar anggota keluarga. 

“Sesuai dengan kondisi kita yang semakin maju IT, semakin tidak terbendung informasi yang masuk. Sehingga kita juga tidak punya pemahaman dalam menyikapi perkembangan IT ini. Ini yang harus sama-sama kita beri perhatian khusus,” tuturnya. 

Ia menyebutkan, keluarga harus perkuat parenting skill dan kesiapan mental dalam memberi perlindungan terhadap anak. Bijak dalam menghadapi perkembangan IT, serta penggunaan sosial media yang mampu memicu hal negatif. Kemudian juga memperbanyak literatur dan dakwah, agar terbentuk budi pekerti luhur dari keluarga. 

Sementara pihaknya saat ini terus menggencarkan memberikan pelayanan terbuka jika ada terjadi kasus kekerasan terhadap anak. Gemala Ranti menambahkan, semakin banyak program perlindungan yang disampaikan hingga ke nagari-nagari, semakin banyak pula masyarakat yang peduli dengan lingkungan sekitar mulai terbuka melapor.

Program perlindungan yang dilakukan adalah penangan secara lintas sektoral. Melalui DP3A, ia menyebutkan, tugas pihaknya dalam perlindungan terhadap anak ini mengkoordinir, mengadvokasi dan memfasilitasi kebutuhan kabupaten/kota.

“Kita mengupayakan mengejar ke nagari-nagari, bagaimana supaya masyarakat harus melapor dan peduli dengan lingkungannya. Kita pemerintah berusaha untuk memberikan jangkauan kasus-kasus itu dan melakukan pendampingan. Tetapi, ini juga menjadi kewajiban kita bersama pemerintah dan masyarakat semuanya mengawasi keluarganya, dan lingkungannya,” katanya lagi. 

Gemala Ranti menambahkan, sejauh ini daerah kabupaten/kota di Sumbar mendominasi predikat kabupaten layak anak. Namun, ini juga harus dipertahankan hingga menjadi kebiasaan yang berkelanjutan. 

“Predikat itu bertahap, ada madya hinggga utama. Ketika mendapat predikat itu dilihat dari berbagai aspek. Yang harus kita fokuskan, itu sudah jadi kebiasaan apa belum? Predikat itu tidak hanya untuk penilaian, tapi harus menjadi kebiasan,” tuturnya. 

Ia menjelaskan, predikat tersebut harus dijadikan kebiasaan dimulai dari hal terkecil. Misalnya keramahan suatu daerah untuk anak-anak, menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. (*)

Exit mobile version