BPK Sumbar Pantau Proses Pengembalian Kerugian Negara

PADANG, HALUAN – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Sumatra Barat (Sumbar) memastikan akan terus memantau proses pengembalian kerugian negara dari temuan audit yang dilakukannya. Hal ini untuk memastikan tidak adanya negara mengalami kerugian dari penyelewenangan keuangan yang dilakukan.

Hal itu dikatakan Kepala Perwakilan BPK Sumbar, Yusnadewi saat media workshop terkait hasil pemeriksaan pada semester II tahun 2021 di Gedung BPK RI Perwakilan Sumbar, Kamis (10/3).

Dikatakannya, meski sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka bahkan meski keputusannya sudah inkrah, akan tetapi hasil temuan yang merugikan negara harus tetap dikembalikan. Dan BPK terus memantau proses pengembalian kerugian negara tersebut. Seperti kasus temuan penyelewengan dana Covid-19 yang terjadi Tahun 2020, BPK langsung mengeluarkan rekomendasi untuk bisa mengembalikan kerugian negara dengan batas waktu tertentu. Bahkan ketika objek pemeriksaan tak menyanggupi waktu pengembalian, dan kasus masuk ke Aparat Penegak Hukum (APH) BPK tetap memantau proses pengembalian kerugian negara.

Meski sudah ada pengembalian sebesar Rp6,9 miliar dan kasusnya di tingkat APH telah ditutup, sejujurnya, kata Yusnadewi, pihak BPK sebenarnya merasa tidak tidak puas dengan keputusan itu. “Adanya temuan saat itu tentang mark up harga handsanitizer dan APD harusnya kasus ini terus dipantau dilakukan identifikasi di lembaga tersebut. Bahkan kalau APH masih membutuhkan bantuan BPK untuk kembali melakukan pemeriksaan, BPK siap untuk melakukan itu. Namun, akhirnya tidak ada permintaan,” katanya.

Kasus lain, lanjut Yusnadewi, seperti temuan pada 2018 yang lalu mengenai pengadaan lahan jalur II Pantai Padang yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp60,2 miliar itu juga masih dalam pemantauan BPK hingga saat ini. Apalagi BPK juga telah mengantongi Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) untuk penyelesaian ganti kerugian negara ini dari entintas yang diaudit.

“Jadi, sepanjang adanya temuan yang merugikan negara, BPK akan terus memantau untuk dilakukan penyelesaian kerugian ini. Bahkan setiap semester BPK juga melakukan pembaruan SPTJM kepada pihak yang berjanji akan mengembalikan kerugian itu. Intinya BPK bertanggungjawab untuk mengembalikan kerugian negara tersebut,” katanya.

Sementara itu, berdasarkan hasil pemeriksaan kepatuhan BPK atas belanja daerah di tahun anggaran 2021 BPK masih menemukan di sejumlah daerah, seperti Kota Padang, Solok Selatan, Kota Payakumbuh, Kabupaten Pesisir Selatan, Bukittinggi, Pasaman, Padang Pariaman, dan Pemprov Sumbar adanya sejumlah temuan.

Seperti di Pemprov Sumbar, terdapat temuan lebih dari Rp12,5 miliar di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Temuan itu salah satunya berupa realisasi bantuan benih/bibit ternak, alsintan dan benih/bibit perkebunan di dua OPD sebesar Rp2 miliar, yang dinilai tidak tepat sasaran. Kemudian kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas pada dua OPD sebesar Rp423 juta. Lalu, kelebihan pembayaran 12 paket pekerjaan gedung dan bangunan pada tiga OPD sebesar Rp838 juta. Selanjutnya, pelaksanaan tiga paket pekerjaan gedung dan bangunan pada tiga OPD putus kontrak dan pengembalian uang muka, serta jaminan pelaksanaan belum dicairkan sebesar Rp7,9 miliar. Lalu, kelebihan pembayaran 17 paket pekerjaan jalan dan irigasi pada dua OPD sebesar Rp735 juta lebih.

“Terakhir, pemberian bantuan bencana alam banjir bandang dan tanah longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang bersumber dari Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp750 juta, yang tidak sesuai ketentuan,” katanya didampingi Kepala Subauditorat Sumbar I, Nofemris, Kepala Subauditorat Sumbar II, Ali Thoyyibi dan Kepala Sekretariat Waluyo.

Kemudian adanya kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas pada dua OPD sebesar Rp423,25 juta. Temuan lainnya yaitu terjadi kelebihan pembayaran 12 paket pekerjaan gedung dan bangunan pada tiga OPD sebesar Rp838,49 juta.

Yusnadewi mengatakan, atas temuan tersebut telah disampaikan pada akhir Januari lalu. Pemprov menurutnya punya waktu selama 60 hari untuk menindaklanjuti temuan BPK. Kemudian akan dilihat bagaimana perkembangannya. “Ini kan belum jatuh tempo 60 harinya ya, tetapi sejauh ini kita sudah melihat ada beberapa hal yang telah melakukan pengembalian dari indikasi kerugian yang kita temukan,” katanya.

Nanti setelah 60 hari, ungkapnya, bisa lagi dilihat seperti apa Tindak Lanjut Hasil Pengawasan/Pemeriksaan (TLHP). Nanti dari laporan TLHP ini bisa diketahui bagaimana tindaklanjutnya dan diumumkan kepada publik. “Selain anggarannya besar, tema peme- riksaannya juga sangat banyak dan objeknya banyak tersebar di provinsi. Jumlah yang besar ini risikonya juga besar,” katanya.

Ditambahkan Kepala Subauditorat Sumbar 2, Ali Thoyyibi, untuk temuan di sejumlah daerah yaitu Kota Sawahlunto, ditemukan realisasi belanja pengadaan pakaian dinas lapangan dan honorarium tim pada tiga OPD tidak sesuai standar biaya umum TA 2021, dan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume 12 paket pekerjaan pada enam OPD sebesar Rp280,02 juta.

Selanjutnya Temuan di Kabupaten Tanah Datar, yaitu kekurangan volume sebesar Rp233,65 keterlambatan belum dikenakan denda dan kelebihan pembayaran pengawasan atas pekerjaan belanja modal gedung dan bangunan TA 2021. Kemudian pekerjaan pembangunan gedung rawat inap penyakit dalam (internee) RSUD Batusangkar tidak sesuai ketentuan, dan kekurangan volume sebesar Rp155,93 juta dan keterlambatan belum dikenakan denda atas pekerjaan belanja modal jalan, irigasi dan jaringan TA 2021.

“Terakhir temuan di Kota Padang, yaitu kewajiban pembayaran iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, serta pekerja untuk jasa tenaga kebersihan dan tenaga keamanan pada delapan OPD minimal sebesar Rp503,33 juta tidak dilaksanakan,” katanya.

Temuan lainnya kelebihan potongan BPJS atas honorarium pegawai honor dan tenaga kontrak sebesar Rp68,24 juta tidak diketahui keberadaannya, serta penarikan tunai dari rekening operasional pengelola gaji sebesar Rp271,90 juta belum dapat dijelaskan peruntukannya dan sebesar Rp2,13 miliar tidak diyakini penggunaannya.

“Selanjutnya kekurangan volume atas 16 paket pekerjaan jalan irigasi jaringan TA 2021 pada dua OPD sebesar Rp181,91 juta dan denda keterlambatan atas 21 paket pekerjaan pada tiga OPD sebesar Rp380,85 juta belum dikenakan,” ucapnya.

Yusnadewi mengungkapkan, agar tidak ditemukan lagi seperti temuan seperti ini, pihaknya meminta agar program yang ditetapkan pemerintah segera dilaksakan setelah ketok palu APBD. “Jangan tunggu di akhir tahun, sehingga banyak kerja yang mepet jadinya,” katanya. (h/isr)

Exit mobile version