HARIANHALUAN.ID – Menjadi pengusaha sukses bukanlah hal yang mudah. Apalagi memulai dari nol, banyak proses yang harus dilalui. Begitu kata Owner Basko Grup, Basrizal Koto atau yang lebih dikenal Basko.
Punya keberanian untuk memulai dari tidak punya apa-apa atau nol merupakan 50 persen modal awal baginya.
“Usia 12 tahun, saya berani merantau. Semua ini tidak terjadi tiba-tiba. Saya mulai dari jadi kernet oplet, berjualan petai, belajar menjahit. Semua itu, saya coba karena keinginan dan tekad, kemauan untuk mengubah hidup dan lari dari kemiskinan,” katanya di Auditorium UNP, Rabu (7/9/2022).
Dalam acara Marawa Digital Fest bertajuk “Empowering Entrepreneurs to the Future World” yang diusung oleh HIPMI Sumbar. Ia bercerita awal merintis hidup yang sempat mengalami kesulitan ekonomi.
Ia yang hanya anak seorang buruh tani dan putus sekolah bertekad dan punya keberanian merantau menjadi seorang kernet oplet selama tiga tahun.
Namun, Basko yang saat itu masih berusia 12 tahun mempunyai keinginan yang kuat untuk mendapatkan hal yang lebih. Keuletan dan ketekunannya sebagai seorang kenek, dilirik bos oplet dan bertekad ingin menjadikannya seorang sopir.
“Saya tidak mau jadi sopir. Saya berhenti. Saya bilang waktu itu saya ingin punya mobil. Oleh karena itu, saya harus fokus. Karena saya punya modal, saya beralih menjadi penjual petai di pasar, yang waktu itu satu sepeda harga petai itu Rp100,” tuturnya.
Lika-liku kehidupan mulai ia lalui setelah berhenti menjadi kernet oplet dan mulai berdagang petai. Usia 15 tahun, ia punya motivasi untuk membahagiakan keluarga. Pesan kedua orangtua selalu menjadi penyemangat utama baginya dalam berusaha.
“Sebelum merantau ibu saya berpesan, rezeki itu ada sebelum matahari terbit. Saya selalu bergerak dan bergerak setelah Subuh. Kemudian, pesan orangtua saya kalau nanti punya rezeki jangan lupa orang tua, dunsanak dan kampung halaman, serta jangan merokok. Empat hal itu yang membawa saya sampai ke titik ini,” tuturnya di hadapan puluhan generasi muda yang tergabung dalam HIPMI Sumbar.
Pesan kedua orangtua tak semata-mata jadi angin lalu baginya. Tahun 1990-an, ia kembali dan memberanikan diri membangun kampung halaman dengan menyalurkan 400 unit oplet sebagai angkutan umum kota saat itu. Tak hanya itu, dua tahun kemudian tepatnya pada 1992 ia juga memberanikan diri membangun mall.
“Saya diundang untuk membuat sesuatu di kampung halaman, saya menjadi orang pertama yang menyalurkan oplet dan membangun mall. Ketika itu, banyak orang yang mengatakan saya orang gila. Saya tidak peduli, saya berani mengambil langkah ini,” ujarnya.
Kesuksesannya bukan semata-mata hanya untuk dirinya saja. Ia mulai menerapkan apa yang diperolehkan kepada anak-anaknya. Ia mendukung dan mendorong mereka dengan apapun keinginan mereka dalam dunia pendidikan dan meraih cita-cita.
“Kemudian sekarang saya katakan kepada anak saya, terutama Brian sebagai Ketum HIPMI Sumbar. Saya terus mendorongnya untuk berbuat dan memberi manfaat kepada kampung halaman. Harus berani memulai tanpa keraguan. Saya bicara begini karena saya pelakunya, tidak hanya bicara teori. Mudah-mudahan perjalanan membangun kampung halaman diberi kelancaran,” ucapnya lagi.
Terakhir, Basko yang sempat berkaca-kaca menceritakan perjalanan hidupnya di hadapan puluhan pemuda itu, menuturkan bahwa di balik kesuksesannya tidak jauh dari berkat orang tua. Apapun yang terjadi ia selalu mengutamakan keduanya. Sebutnya, dua wanita yang paling berpengaruh dalam hidupnya adalah ibu dan sang istri.
Tidak hanya Basko, dalam acara sesi From Zero to Hero itu juga menghadirkan Wakil Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. Ia juga berkesempatan menceritakan pengalaman hidupnya yang berawal dari nol. Sempat menjadi sopir bertahun-tahun hingga menjadi politisi, tidak semata-mata terjadi begitu saja.
“Saya juga boleh dibilang memulai dari nol, karena dulu saya hanya seorang sopir. Bertahun-tahun menjadi sopir dan mengerjakan pekerjaan bos. Kemudian dengan perjalanan yang cukup panjang, dengan koneksi dan teman yang saya punya akhirnya saya dipercaya menangani perusahaan,” tuturnya.
Ia menyampaikan, sebagai generasi milenial ia berani berbeda. Hal ini bukan semata-mata untuk eksistensi saja. Namun juga dapat membantu kreativitas, sehingga mampu berkembang dengan baik seiring modernisasi.
“Sebagai milenial harus punya ide kreatif. Saya berani beda, salah satunya tampil tidak dengan partai. Saya punya branding diri dengan cara saya sendiri. Biar dulunya saya miskin, saya berani mimpi jadi presiden,” tuturnya.
Kemudian, sebutnya milenial tidak boleh bekerja hanya untuk mendapat gaji saja. Mereka harus mempelajari sesuatu yang baru yang ditemui di dunia pekerjaan. Ia juga berpesan, untuk meraih kesuksesan generasi mudah harus fokus pada diri sendiri dan menjadi fate changer.
“Lakukan apa yang kita mau. Tentu dimana pun kita memulai proses pasti ada suatu perjalanan yang berlika-liku. Hadapi dengan ikhlas dan sabar, jangan langsung mundur. Dalam proses berwirausaha kita tak boleh gagal sekali langsung berhenti. Harus ada langkah kedua ketiga untuk tetap bertahan,” ujarnya lagi. (*)