Oleh: Muhammad Fauzi
Suara parutan kayu, dentuman palu, dan densing gergaji menyambut telinga saat datang ke Sanggar Karya, galeri suvenir miniatur di Jalan PDRI Koto Selayan, Kelurahan Koto Selayan, Mandiangin, Kota Bukittinggi. Tak sekadar membeli, di sanggar itu pengunjung juga punya kesempatan merakit miniatur dengan tangan sendiri, untuk kemudian dibawa pulang.
Awalnya Sanggar Karya adalah toko suvenir khusus miniatur Rumah Gadang dan Jam Gadang yang telah berdiri sejak 2004. Lambat laun, seiring makin ramainya pengunjung dan pelanggan, pusat oleh-oleh yang didirikan oleh perajin Abdul Sohar itu kemudian juga menjadi arena pelatihan untuk membuat miniatur.
“Pembukaan sanggar sebagai tempat pelatihan didasari permintaan beberapa pengunjung sejak tahun 2017,” ujar Dendri Habibti, salah satu perajin di Sanggar Karya kepada Haluan, Minggu (17/10).
Dendri menyebutkan, setidaknya sekitar 100-an peserta pernah mengikuti pelatihan keterampilan membuat miniatur Rumah Gadang di sanggar itu. Para peserta itu tidak hanya warga Kota Bukittinggi, tapi juga datang dari berbagai daerah, bahkan ada yang dari provinsi tetangga.
Dendri menjelaskan, bahwa pelatihan yang diselenggarakan Sanggar Karya tidak dibuka secara formal. Namun, bagi para pengunjung yang ingin belajar merakit miniatur Rumah Gadang sendiri, cukup dengan membawa bahan-bahan kayu yang dibutuhkan, kemudian nantinya akan diajarkan dasar-dasar pembuatan miniatur.
“Kalau ada masyarakat yang ingin belajar, langsung saja datang ke sanggar dengan membawa bahan baku karya yang akan dibuat. Nanti akan langsung kami ajari,” ujar Dedri yang juga anak dari Abdul Sohar sang pendiri sanggar.
Situasi pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak dua tahun terakhir, menurut Dendri adalah kesempatan besar untuk mempelajari dan mengasah skil-skil baru. Terutama sekali bagi pelajar atau pun masyarakat umum, yang bisa mengisi waktu luang selama berada di rumah, dengan mempelajari berbagai hal yang bersifat produktif.
“Keberadaan sanggar ini untuk memberi ruang untuk berkarya dan menambah kemampuan atau softskill, khususnya bagi anak-anak muda usia pelajar atau mahasiswa, karena saat sekolah dan kuliah online, kan banyak waktu yang luang. Dari pada main game, lebih baik berkegiatan yang lebih produktif,” ujarnya lagi.
Dendri menyebutkan, dengan adanya ruang bagi masyarakat atau pengunjung untuk belajar membuat kerajinan, maka Sanggar Karya saat ini tidak hanya menjual oleh-oleh atau suvenir, tetapi juga bisa menjadi wadah bagi siapa pun untuk menempa diri lewat kemampuan baru.
“Sanggar Karya tidak hanya menjual miniatur, tapi juga sering jadi wadah kegiatan pelatihan prakarya seni kerajinan tangan bagi warga sekitar, terutama bagi anak-anak usia sekolah dan mahasiswa di sekitaran Garegeh,” katanya.
Pantauan Haluan pada Minggu sore (17/10) itu, terlihat belasan pemuda dan orang dewasa sedang belajar merakit berbagai kerajinan berbahan dasar kayu dan triplek. Sejumlah peserta bahkan ada yang telah berhasil membuat miniatur Rumah Gadang sendiri.
Salah satu pengunjung, Luthfi (23), mengaku sengaja berkunjung di hari libur untuk belajar membuat kerajinan di Sanggar Karya. Ia bahkan sudah berhasil merancang miniatur Rumah Gadang dengan tangannya sendiri.
“Ini kunjungan yang ketiga kali. Sekarang saya sedang menyelesaikan miniatur Rumah Gadang yang sudah saya buat. Di sini peralatannya lengkap, jadi saya cukup membawa bahan saja, untuk kemudian merakitnya di sini,” ujar Luthfi.
Hal yang sama juga dikatakan pengunjung lain, Arif, yang bersama para saudaranya kerap datang ke Sanggar Karya untuk belajar membuat miniatur Rumah Gadang. Menurutnya, Sangar Karya adalah pilihan yang tepat untuk mengisi waktu libur.
“Saya sering mengajak adik-adik berkunjung ke sanggar ini. Tidak hanya melihat-lihat produk yang sudah jadi, tapi juga belajar membuat sendiri. Semua bahan dan peralatan telah tersedia, pemilik sanggar juga sangat ramah dan mau menjelaskan cara pembuatan, dan siap membantu jika ada kesulitan dalam proses perakitan,” ujarnya.
Belum Dilirik Pemerintah
Pandemi Covid-19 nyatanya tak menurunkan minat masyarakat untuk membeli dan bahkan belajar membuat suvenir miniatur Rumah Gadang atau Jam Gadang. Untuk pembeli, saat ini makin dominan dari kalangan perantau. Sanggar Karya saat ini, banyak menerima pesanan miniatur yang dipesan langsung ke sanggar, mau pun pesanan yang datang secara daring.
“Meski pandemi, miniatur Rumah Gadang masih diminati. Terutama sekali untuk dijadikan oleh-oleh yang sering dibawa para perantau. Bahkan, permintaan produk banyak datang dari pelanggan di luar Sumbar, yang biasanya memesan secara online,” kata Dendri.
Menurut Dendri, salah satu faktor diminatinya miniatur Rumah Gadang oleh para perantau adalah kegunaan miniatur itu sebagai “obat penawar rindu” pada kampung halaman. Hal itu, katanya, sering diutarakan para perantau yang berkunjung ke Sanggar Karya.
“Miniatur yang berciri khas Minangkabau seperti Rumah Gadang dan Jam Gadang, menjadi pengobat rindu bagi para perantau. Banyak perantau yang mengaku seperti itu. Mereka jauh-jauh ke sini untuk membeli,” ujarnya lagi.
Untuk harga miniatur Rumah Gadang dan Jam Gadang, Dendri menyebutkan sangat bervariasi tergantung ukuran dan model. Mulai dari yang termurah Rp30.000, hingga ada yang menyentuh angka belasan juta rupiah. Harga itu, juga tergantung kerumitan dan detail dari produk itu sendiri. Anehnya, Dendri mengaku kadang kesulitan menentukan harga.
“Kadang memang susah mematok harganya, karena ini kan karya seni,” ucapnya lagi.
Dari hasil penjualan miniatur di galeri milik sanggar, Dendri mengaku bisa meraup omzet Rp5 hingga Rp7 juta dalam sebulan. Meski memang, pandemi sedikit mempengaruhi daya beli pelanggan, akan tetapi diakuinya hingga saat ini belum terlalu signifikan.
Dendri mengaku, salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan kerajinan miniatur adalah ketersediaan dan harga bahan baku yang semakin mahal. Bahkan, ada beberapa bahan dasar pembuatan yang harus dicari hingga ke luar Sumbar.
Minimnya perhatian konkrit dari pemerintah daerah (Pemda) atas pengembangan kerajinan, disebut Dendri juga mempengaruhi lambannya perkembangan sanggar tersebut. Ironisnya, Sanggar Karya justru sering didatangi pejabat Pemda, tapi hingga saat ini belum ada tindak lanjut apa pun dari berbagai kunjugan tersebut.
“Hingga sekarang belum ada perhatian dari instansi terkait untuk pengembangan kerajinan ini. Jika pun ada, hanya sekadar mengambil foto dan bertanya-tanya, tanpa ada tindak lanjutan seperti akses permodalan dan lain sebagainya,” ucap Dendri mengakhiri perbincangan. (h/*)