Guru dan Kesalehan Digital

Oleh Dafril Tuanku Bandaro, MPdI, Guru MTsN 1 Padang

GURU merupakan komponen pendidikan yang utama. Berbagai komponen pendidikan lainnya, seperti kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, dan lainnya tidak akan berarti apa-apa, jika tidak ada guru yang menerapkan dan menggunakannya secara profesional. Karena demikian pentingnya peran  guru, telah disepakati bahwa pembinaan guru yang profesional  merupakan langkah strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan. 

Melalui pembinaan tersebut persyaratan tenaga guru  profesional yang dibutuhkan itu dapat diwujudkan.  Persyaratan profesi tersebut terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.

Dalam era digital seperti yang terjadi saat ini, guru profesional kembali dipertanyatakan persyaratannya. Selain persyaratan-persyaratan yang telah dimiliki sebelumnya, yakni persyaratan akademik, paedagogik, kepribadian dan komunikasi, perlu ditambah dengan persyaratan lainnya, yaitu wawasan pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan teknologi digital. Kegiatan penyampaian informasi tentang rencana perkuliahan, kurikulum, silabus, bahan perkuliahan, proses belajar mengajar di kelas atau di tempat lain, penyampaian  bahan ujian, pengumuman hasil ujian, dan lain sebagainya dapat harus disampaikan dengan bantuan teknologi digital. 

Penggunaan teknologi digital ini dipandang sebagai sebuah kebutuhan dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih cepat, luas, akurat dan mudah diakses. Namun demikian, dalam penggunaan teknologi digital tersebut tetap harus disertai kecerdasan, ke’arifan dan kecermatan yang tingggi, mengingat teknologi digital juga bukan segala-galanya. Di samping memiliki kelebihan, teknologi digital  juga memiliki  kekurangan, dan karenanya ia tidak dapat menggantikan peran guru sebagai pendidik. Kegiatan transfer ilmu pengetahuan, keterampilan sebagaimana yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar sebagian besar dapat digantikan oleh teknologi digital. Sedangkan kegiatan pendidikan yang terkait dengan pembentukan watak, sikap, perangai, kepribadian, karakter, dan akhlak mulia tidak bisa digantikan oleh teknologi digital. 

Media maya telah membentuk wajah peradaban jadi serba cepat, instan, dan terkoneksi atas jejaring dunia tanpa batas. Perkembangan teknologi menghendaki rekaan dunia sosial melalui keberadaan internet. Mengutip Mujibburrahman tentang penyakit generasi elektronik bahwa, “paling kurang ada tiga kecenderungan negatif yang kini mulai tampak dalam perilaku masyarakat kita, yaitu kecanduan, penyalahgunaan, dan pamer.”

Media elektronik, sebagaimana alat komunikasi nyatanya menyimpan sisi baik dan buruk. Yang pasti, butuh pemahaman agar dapat memakai perangkat elektronik secara bijaksana dan tepat guna. Selain agar mampu memilah-milih informasi yang mesti dibaca lalu dibagikan. Hal inilah yang menjadi masalah gawat. Saat gawai semakin mudah didapat-gunakan, dan dunia kian terlipat dalam genggaman. Cukup beberapa sentuhan saja, semua sudah terhidang di depan mata.

Tak bisa kita pungkiri memang, semua telah beralih pada dunia yang serba digital. Kita malah jadi enggan, atau minder mendalami literatur keaksaraan agama guna mencari jalan terang dan pemahaman. Sebab, segala hal toh sudah ada di internet. Kebebas-leluasaan yang ditawarkan internet justru menjadi oposisi ampuh dalam menyerang pengetahuan yang sudah (lama) mapan.  

Sungguh, tak satupun sektor kehidupan yang tak tersentuh jari-jari teknologis ini. Semua turut berdampak terhadap cara pandang, sikap, pemahaman terhadap ilmu-pengetahuan, bahkan anasir dunia. Termasuk juga “ikhtiar” dalam merengkuh agama ataupun spiritualitas sendiri. Fenomena keagamaan mutakhir ini jadi sorotan pokok dalam buku Ingin Saleh Boleh, Merasa Saleh Jangan (2020)

Maka kebutuhan mendasar saat ini adalah guru dan kesalehan digital. Guru harus mampu mempengaruhi pola piker siswa yang sudah cenderung praktis ingin cepat selesai dan ingin cepat sampai. Yang paling naif itu saat siswa telah terseret kearah negative dan malah berkutat hingga sampai kecanduan dilaut negative dalam bermedsos dibawa alam pikirannya untuk menjadikan digital sebagai sumber ilmu dan membentuk karakter kesalehan.

Kesalehan digital adalah memanfaatkan sepenuhnya digital untuk hal yang positif, yang mencedaskan, yang mencerahkan, yang memotivasi untuk ibadah, menjadikan sumber ilmu, untuk memperluas wawasan hingga membuat hati terasa makin dekat dengan yang maha kuasa. Jutaan orang yang sukses hari ini karena digital dan jutaan orang juga yanggagal karena dgital. Kunci terkuat itu adalah saat seseorang mampu menggenggam dunia ini dengan jemarinya untuk melihat hal positif untuk menjadikan pijakan mencapai kebahagiaan yang hakiki.

Sukses guru digital adalah ketika ia mampu mewarnai pola piker siswa untuk memanfaatkan digital sebagi sumber belajar bukan untuk menggagalkan pembelajaran. Mari menjadi guru yang mampu menyalehkan siswa dengan digital. (Ditulis dalam rangka Hari Guru tahun 2022(

Exit mobile version