Menyikapi kondisi ini, melengkapi imunisasi pada anak sangat diperlukan. “Untuk langkah antisipatif, orang tua untuk dapat melengkapi status imunisasi anak,” ujarnya.
Kasus campak, sambungnya, memiliki gejala demam, sakit tenggorokan dan gejala yang khas, yaitu ada ruam kulit berbercak kemerahan.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar, dr. Lila Yanwar belum memberikan keterangan terkait.
Sebelum KLB campak, pada 2022 juga ditemukan KLB polio di Aceh. Kejadian ini mengejutkan, sebab Indonesia dinyatakan bebas polio sejak 2015.
Ketua IDAI Sumbar, dr. Finny Fitri Yani saat itu membenarkan imunisasi yang turun drastis selama pandemi, menjadi penyebab kasus ini muncul kembali. “Gara-gara banyak anak-anak tidak mendapat vaksin selama pandemi, sehingga lebih dari 50 persen anak tidak memiliki kekebalan terhadap virus polio, juga tidak terdapat kekebalan komunitas, sehingga virus polio mudah masuk ke tubuh anak-anak tersebut,” ujarnya.
Kemenkes dan Dinkes, dibantu IDAI sudah bekerja sejak Maret, yaitu melaksanakan pekan imunisasi, Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) yang tujuannya untuk melengkapi imunisasi anak-anak yang tadinya belum lengkap. Namun, pencapaiannya belum memuaskan.
Ia berpesan pada orang tua, segera melengkapi imunisasi anak-anaknya, usia berapa pun, datang ke posyandu dan puskesmas, agar terhindar dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). (*)