Difasilitasi Pemko, PKL di Bukittinggi Bakal Berjualan dengan Pakaian Adat

Pemerintah Kota Bukittinggi bakal memberi tanda khusus berupa pakaian adat kepada para pedagang kaki lima (PKL) di daerah itu. Pakaian adat akan menjadi tanda keseragaman para PKL resmi di Kota Bukittinggi. IRHAM

BUKITTINGGI, HARIANHALUAN.ID — Pemerintah Kota Bukittinggi bakal memberi tanda khusus berupa pakaian adat kepada para pedagang kaki lima (PKL) di daerah itu. Pakaian adat akan menjadi tanda keseragaman para PKL resmi di Kota Bukittinggi.

Selain jadi pembeda antara PKL resmi dan yang tidak resmi, penggunaan pakaian adat itu juga ditujukan untuk melestarikan budaya serta menarik wisatawan.

Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar, mengatakan, penggunaan pakaian adat direncanakan berlaku bulan depan. Sebelum itu, para PKL akan diberikan pembekalan kebudayaan terlebih dahulu.

“PKL siap-siap dengan tampilan baru menggunakan pakaian adat. Supaya ada nilai-nilai kebudayaan yang diperlihatkan oleh PKL. Dan ini akan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang ke Bukittinggi,” kata Erman Safar kepada wartawan, Senin (30/1).

Erman menyebutkan, pedagang laki-laki akan mengenakan baju warna hitam Taluak Balango, celana batik dan deta atau penutup kepala. Sedangkan pedagang wanita akan memakai baju kurung atau gamis berwarna hitam.

Pemkot Bukittinggi juga telah mendata PKL di Bukittinggi. Yakni sebanyak 490 PKL yang tersebar di Jalan Cindua Mato, Jalan Minangkabau, Pasar Atas, Pasar Lereng, Jenjang Gudang dan khususnya seputaran Jam Gadang.

Magnet utama Kota Bukittinggi adalah Jam Gadang, sehingga Erman ingin menata PKL di sekitaran kawasan wisata tersebut agar ikon wisata itu bersih dan ramah pengunjung.

Untuk mewujudkan hal itu, pihaknya akan memperketat dagangan PKL agar di kawasan itu tidak berserakan sampah hasil dagangan. Dagangan yang memang tidak menghasilkan sampah diprioritaskan berjualan di seputaran taman pedestrian.

Erman juga menegaskan, bagi pedagang yang melanggar aturan yang disepakati akan diberikan sanksi tegas. “Kita cabut izinnya dan tidak boleh berjualan lagi di tempat itu,” katanya.

“Garis besarnya adalah dengan ekonomi sulit, kami carikan solusinya PKL dibekali nilai-nilai kebudayaan dalam bentuk pakaian, tata cara dan aturan dalam berjualan, kemudian kehadiran mereka jadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung,” tambah dia. (tot)

Exit mobile version