“Kita sudah juga upayakan melalui BIAN. Sebenarnya ini program rutin Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Kita perlu partisipasi dari masyarakat, dinas terkait seperti Dinas Pendidikan, PKK, bidan desa, tokoh agama, tokoh masyarakat termasuk media,” ujarnya.
Yun Efiantina menambahkan, banyaknya hoax dan pemahaman salah yang beredar juga turut mengurungkan niat orang tua membawa anak untuk mengikuti imunisasi.
“Masa pandemi, orang tua tidak mau membawa anaknya ke puskesmas. Juga berkembang isu setelah imunisasi anak jadi demam. Padahal kalau demam itu bagus, artinya ada respon dari tubuh. Kemudian hoax halal haram vaksin, padahal MUI sudah mengeluarkan fatwa dan sudah sepakat membolehkan. Dari kawan-kawan media perlu untuk meluruskan,” tuturnya.
Terkait kasus campak yang juga sedang ramai, dikatakannya merupakan rekapitulasi selama tahun 2022. “Sumbar menjadi kasus KLB terbanyak, karena akumulasi selama tahun 2022. Sejak Januari kasus meningkat sampai di puncak Juni 2022. Namun dari Juli hingga Desember 2022, kasus terus turun drastis hingga 0 kasus pada Desember,” ucapnya.
Ia merinci awalnya Januari ada enam kasus, Februari 27 kasus, Maret 58 kasus, April 91 kasus, Mei 102 kasus, Juni 296 kasus, Juli 188 kasus, Agustus 43 kasus, September 37 kasus, Oktober delapan kasus, November satu kasus dan Desember 0 kasus.
“Bukan KLB, tapi kasus positif. Jadi paling banyak kasus di Juni. Waktu itu sudah dibuat surat edaran untuk mengeluarkan instruksi gubernur terkait data itu di Juni. Dan turun drastis sejak itu,” ucapnya.