HARIANHALUAN.ID — Gelombang penolakan rencana pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru trase 1 Pangkalan-Payakumbuh masih terus berlanjut. Terbaru, Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol (Format) Lima Puluh Kota kembali menyatakan keberatan atas dilanjutkannya proses pengerjaan jalan tol tersebut.
Bahkan, surat pernyataan dan keberatan yang diajukan oleh masyarakat di lima nagari terdampak rencana pembangunan jalan bebas hambatan itu, telah diantarkan, serta disampaikan langsung oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Friend of Earth (FoE) Japan, serta Japan Tropical Forest Action (Jatan) kepada President Japan International Coorporation Agency (JICA) di Kantor Pusat JICA di Tokyo, Jepang, Senin (6/2/2023).
Kepala Departemen Advokasi Walhi Sumbar, Tommy Adam membenarkan hal itu. Menurut dia, aksi pengantaran surat keberatan langsung kepada pihak yang telah ditunjuk Pemerintah Indonesia untuk pengerjaan jalan tol tersebut, merupakan bentuk kekecewaaan serta protes dari masyarakat lima nagari, lantaran tidak kunjung didengarkannya aspirasi penolakan mereka oleh Pemerintah Indonesia disegala tingkatan.
“Masyarakat di lima nagari ini sebelumnya telah menyampaikan keberatannya kepada bupati, DPRD kabupaten, provinsi hingga gubernur. Namun aspirasi itu semua tidak kunjung direspon sampai sekarang. Sehingga Format menginiasiasi untuk mengirimkan langsung kepada JICA, yang akan mendonorkan uang untuk pembangunan trase jalan tol Pangkalan-Payakumbuh,” ujarnya kepada Haluan, Rabu (8/2/2023).
Dengan pengajuan surat keberatan itu, kata Tomi, Format berharap agar JICA bisa menunda rencana pengerjaan jalan tol tersebut. Sebab, menurut dia, harusnya JICA sebagai lembaga donor pengerjaan infrastruktur asing asal Jepang, harusnya lebih memperhatikan berjalannya prinsip FPIC atau Free Prior Informed Consent dalam proses pengerjaan jalan tol Padang-Pekanbaru trase Payakumbuh Pangkalan.
Dijelaskan Tomi, FPIC pada dasarnya merupakan prinsip pengakuan terhadap hak masyarakat adat untuk menentukan proses pembangunan atau investasi yang akan dilakukan pemerintah maupun pihak lainnya di daerah mereka.
“Pada poinnya, kita meminta agar JICA untuk tidak ikut serta dalam mendanai jalan tol yang akan berdampak terhadap kehidupan masyarakat di lima nagari. Sebab, sampai saat ini mayoritas masyarakat di lima nagari terdampak, masih menolak kehadiran jalan tol yang akan melewati perkampungan mereka,” ucapnya.
Tomi juga menyebutkan, usai mengantarkan langsung surat penolakan tersebut ke Kantor Pusat JICA, Walhi bersama dua NGO asal Jepang, yakninya FoE Japan serta Jatan, juga melakukan aksi kampanye di jalanan Tokyo untuk menyuarakan penolakan masyarakat lima nagari, terdampak rencana pembangunan jalan tol di Kabupaten Lima Puluh Kota itu.
Senada dengan itu, Sekretaris Format Lima Puluh Kota, Ezi Fitriana juga menyatakan hal yang sama. Menurutnya, sampai sejauh ini mayoritas masyarakat di lima nagari terdampak rencana pembangunan jalan tol tersebut, yakninya masyarakat Nagari Koto Baru Simalanggang, Koto Tangah Simalanggang, Taeh Baruah, Gurun, dan Lubuak Batingkok, masih meminta agar pembangunan trase jalan tol tersebut dialihkan ke tempat lain.
Adapun alasan keberatan masyarakat atas rencana pembangunan jalan bebas hambatan itu, menurutnya, disebabkan karena pembangunan trase tersebut akan melewati perkampungan padat penduduk, lahan-lahan produktif, situs-situs adat dan budaya yang akan menimbulkan dampak sosial bagi kelangsungan hidup masyarakat adat.
“Kami sangat kecewa dan menyesalkan dengan kebijakan Bupati Lima Puluh Kota yang tetap merekomendasikan trase 1 yang melalui lima nagari sebagai usulan trase yang akan dilalui oleh tol Payakumbuh-Pangkalan, tanpa menghiraukan keluhan, alasan penolakan dan tanpa rasa empati terhadap tangisan dan rintihan masyarakat lemah,” ucapnya kepada Haluan, Rabu (8/2/2023).
Ia juga menyebutkan, Bupati Lima Puluh Kota telah memaksa lima orang wali nagari untuk mencabut kembali surat pernyataan yang berisi penolakan terhadap permintaan Sekretaris Daerah Lima Puluh Kota, untuk menfasilitasi HK dan JICA sosialisasi ulang di lima nagari yang telah ditandatangani oleh para wali nagari, bamus dan Kerapatan Adat Nagari (KAN) setempat pada tanggal 21 Agustus 2022.
“Pencabutan surat pernyataan wali nagari tersebut tidak memiliki pengaruh apapun terhadap aspirasi masyarakat dan ninik mamak. Upaya pemaksaan tersebut bahkan telah semakin membulatkan tekad masyarakat, untuk meminta pengalihan trase ke daerah lain,” katanya.
Ia juga menyatakan, saat ini ratusan masyarakat juga telah mengumpulkan tanda tangan penolakan sosialisasi pembangunan jalan tol tersebut. Sebab, menurut dia, sosialisasi telah dilakukan sejak tahun 2020 dan hasilnya, sampai sekarang masyarakat telah bulat untuk meminta pengalihan trase.
“Untuk itu, meminta dengan hormat kepada JICA untuk tidak berinvestasi di proyek tol yang akan berdampak kepada rusaknya tatanan sosial budaya masyarakat khususnya di trase 1 yang melewati lima nagari. Sejak awal masyarakat sudah mengajukan keberatan, namun hal itu nyatanya tidak pernah ditanggapi oleh pemerintah daerah,” tuturnya. (*)