“Artinya, 25 dari 100 anak perempuan di Sumbar tercatat melakukan perkawinan pertama saat usianya di bawah 19 tahun. Padahal menurut Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019, usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun bagi perempuan dan laki-laki,” katanya.
Kondisi ini, kata dia, juga berimplikasi terhadap pemenuhan hak anak terhadap akses pendidikan. Hal itu pun juga sejalan dengan hasil penelitian UNICEF, yang menyatakan bahwa anak yang menikah di bawah umur akan cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
Temuan lainnya, kata Gemala Ranti, fenomena pernikahan dini anak, paling banyak dialami oleh anak perempuan dengan presentase mencapai angka 24,29 persen. Angka ini lebih tinggi enam kali lipat dari pernikahan dini anak laki-laki yang presentasenya hanya 4,25 persen.
“Berdasarkan tempat tinggal, fenomena pernikahan dini anak juga lebih banyak terjadi di daerah pedesaan dengan presentase mencapai 31,47 persen. Angka ini juga dua kali lipat dari jumlah pernikahan dini anak yang terjadi di daerah perkotaan yang presentase sebanyak 16,74 persen,” ucapnya.
Gemala Ranti menyebutkan, ada sejumlah faktor pemicu yang menyebabkan tingginya angka perkawinan dini anak di daerah pedesaan. Faktor tersebut, di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan, adanya stigma terhadap perempuan, rendahnya edukasi terhadap dampak dan bahaya perkawinan anak, lemahnya pemahaman agama hingga minimnya kepedulian lingkungan keluarga dan masyarakat.
Ia menyatakan, sejauh ini fenomena perkawinan dini anak, paling banyak ditemukan di Kabupaten Dharmasraya dengan presentase mencapai angka 35,71 persen. Sedangkan kabupaten dengan angka perkawinan dini anak paling rendah, ditempati oleh Kabupaten Solok dengan presentase hanya 2, 97 persen.
“Untuk menciptakan sistem perlindungan anak yang holistik guna menghapuskan perkawinan usia anak ini, dibutuhkan adanya pelibatan serta peningkatan pengetahuan anak, remaja dan masyarakat melalui pembentukan wadah forum anak yang terus kita dorong pembentukannya di tingkatan kabupaten dan kota,” ujarnya. (*)