“Tapi saya berpendapat bahwa rekomendasika pemecatan tidak akan mempengaruhi kepecayaan orang terhadap Terawan,” tandas mantan bupati Purwakarta itu.
Menurut Dedi, persoalan pengobatan itu bukan hanya terkait faktor fisik, tetapi juga psikologi. Terkadang sugesti seseorang itu lebih kuat sehingga ketika baru saja bertemu dokter, ia akan sembuh dengan sendirinya.
“Jangankan terawan, orang yang punya kualifikasi akademis kedokteran, mantri saja masih dipercaya di kampung, yang hanya punya pengalaman beri obat di puskesmas dan rumah sakit,” katanya.
Dengan demikian, Dedi menegaskan bahwa rekomendasi pemecatan terhadap Terawan tidak akan meruntuhkan kepercayaan publik. Ia mengaku banyak temannya di Komisi IV masih antre mengikuti program Digital Subtraction Angiography (DSA) atau Metode Cuci Otak Terawan.
“Program DSA teman saya dan di komisi IV antre semua,” katanya.
Diketahui, Muktamar ke-31 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia meneguhkan kembali rekomendasi pemberhentian terhadap Terawan dari keanggotaan IDI berdasarkan hasil sidang MKEK pada 2018 silam.
Disebutkan bahwa muktamar di Aceh bulan ini menjadi momentum agar rekomendasi MKEK bisa dijalankan oleh kepengurusan IDI yang baru. Sebagaimana diketahui, Muhammad Adib Khumaidi resmi menjabat sebagai Ketua Umum PB IDI periode 2022-2025.
“Karena untuk mengeluarkan orang itu perlu Muktamar. Muktamar sudah menyatakan begitu. Maka sekarang diminta untuk dilaksanakan,” kata Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman. (*)