“Daerah Tanah Datar, Dharmasraya, Payakumbuh dan Lima Puluh Kota misalnya. Daerah itu berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan FKUB tahun 2019, memang merupakan daerah yang dianggap tidak memiliki indeks kerukunan beragama yang cukup baik selama beberapa tahun belakangan,” ujarnya.
Lebih lanjut Adil menyebutkan, belakangan ini pihaknya juga telah mendapatkan informasi yang mengatakan bahwa sel-sel jaringan terorisme mulai aktif merekrut anggota melalui media sosial di sejumlah wilayah di Sumbar.
“Pola perekrutannya mereka mulai berkembang, jika dahulunya mereka bergerak secara door to door lewat pengajian atau halaqoh-halaqoh. Kini mereka mulai melakukan perekrutan lewat media sosial, ini yang menjadi tren belakangan ini yang harus diwaspadai,” ucapnya.
Perubahan pola perekrutan calon-calon pelaku teror itu, kata Adil, seiring dengan hasil kajian yang telah dilakukan oleh FKPT beberapa waktu lalu, yang hasilnya menunjukkan bahwa konten di media sosial rawan disalahgunakan sebagai media penyebaran paham ekstrim.
Sedangkan mengenai akar dari fenomena radikalisme dan ekstrimisme yang belakangan ini kembali marak ditemukan gejalanya di Sumbar, Adil mengatakan bahwasanya fanatisme beragama bukan menjadi satu-satunya faktor tunggal.
“Radikalisme dan ekstrimisme ini kerap berawal dari intoleransi. Dalam artian, adanya suatu kelompok masyarakat yang tidak menerima perbedaan atau eksklusif. Kemudian jika ada yang tidak sesuai dengan pandangannya, mereka biasanya tidak segan-segan mengambil tindakan yang mengarah kepada anarkisme,” ucap Adil.