Lebih jauh, ia menerangkan, Sumbar sebenarnya memiliki keunggulan dan potensi lain di bidang transportasi angkutan laut dengan adanya pelabuhan Teluk Bayur yang dikenal sebagai pusat aktivitas bongkat muat ataupun ekspor impor barang. Namun sayangnya, belakangan ini intensitas aktivitas bongkar muar barang di salah satu pelabuhan tertua di pulau Sumatera itu, juga tidak terlalu menggembirakan.
Kondisi itu juga semakin diperparah dengan berdirinya Pelabuhan Jambi yang menjadi salah satu pusat ekspor impor barang baru di pulau Sumatra saat ini. Akibatnya sejak dua tahun belakangan, pengiriman batu bara, tidak lagi dilakukan via pelabuhan Teluk Bayur yang tentu tidak menguntungkan bagi Sumbar secara ekonomi.
“Berdirinya pelabuhan Jambi ini tentu tidak menguntungkan bagi Sumbar pada sektor transportasi, sub sektor lalu lintas jalan raya, bongkar muat barang dan sebagainya,” tegasnya.
Lesunya aktivitas perekonomian di pelabuhan Teluk Bayur itu, menurut Elfindri, juga ditambah dengan semakin ketatnya persaingan dagang yang dialami oleh Semen Padang yang menjadi satu-satunya industri besar yang bisa dibanggakan dari Sumatra Barat saat ini. Akibatnya pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh Semen Padang pun, tidak begitu meyakinkan lagi lantaran kemunculan industri semen di daerah lainnya dengan harga yang lebih murah.
“Akibatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar belakangan ini, tertinggal jauh dibanding Riau. Yang bahkan pertumbuhannya sudah tiga kali Kota Padang, sementara sepuluh tahun yang lalu, posisi Padang dan Pekanbaru mungkin laju pertumbuhannya tidak terlalu jauh, sekarang sudah sangat jauh,” ungkapnya.
Di tengah semakin tidak menggembirakannya PE Sumbar ini, Prof Elfindri menilai bahwa Sumbar perlu mendorong pertumbuhan investasi pada bidang industri dan pertambangan. Sebab menurutnya, salama ini investasi yang masuk ke Sumbar baru terbatas pada investasi pariwisata pada bidang perhotelan.