PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pakar gempa dari Universitas Andalas, Badrul Mustafa Kemal mengedukasi masyarakat untuk mengenali tanda-tanda tsunami yang dipicu gempa tektonik.
Pertama, episentrum gempa di dasar laut. Kedua, kekuatan gempa umumnya > 7 magnitudo. Ketiga, kedalaman pusat gempa sangat dangkal, umumnya di bawah 35 km. Dan keempat, terjadi dislokasi batuan secara vertikal (artinya di megathrust).
“Keempat syarat ini harus hadir sekaligus. Jika ada satu saja syarat tidak terpenuhi, maka tsunami tidak terjadi. Jadi, jika sudah keluar data gempa dari BMKG, perhatikan data tersebut, apakah keempat syarat tadi hadir,” kata Badrul kepada Haluan, Selasa (25/4).
Kemudian, biasanya tsunami terjadi jika durasi gempa lebih dari 30 detik. Tentang ada tidaknya tsunami, masyarakat juga harus merujuk kepada informasi yang dikeluarkan oleh BMKG.
Badrul juga menganalisa gempa M6.9 yang berpusat di Pantai Barat Sumatra dini hari tadi.
Melihat lokasi episenter dan kedalaman pusat gempanya seperti yang dilaporkan BMKG, gempabumi yang terjadi merupakan gempabumi tektonik sangat dangkal sebagai akibat adanya aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasi.
“Gempabumi ini memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault). Ia tepat berada di megathrust Mentawai segmen Siberut. Karena ia berada di lokasi megathrust, maka ia berpotensi terjadinya tsunami. Namun untung, kekuatannya di bawah 7 magnitudo sehingga tidak terjadi tsunami. Sebab, umumnya tsunami terjadi jika kekuatan di atas 7 magnitudo. Dengan kekuatan 6,9 Magnitudo maka tsunami yang terjadi tidak signifikan,” tuturnya.
Selain itu, Badrul menilai mitigasi terhadap bahaya gempa dan tsunami sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2005.
Namun demikian, kegiatan mitigasi merupakan kegiatan yang terus menerus harus dilakukan dan tidak boleh berhenti, apalagi kondisi alam Sumbar yang berpotensi gempa.
Juga disayangkan, selama dua tahun terakhir perhatian masyarakat dan pemerintah tercurah untuk menghadapi pandemic covid 19. Akibatnya, sebagian warga masyarakat masih terlihat belum siap menghadapinya.
“Apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dini hari menjelang waktu subuh tadi, yakni kegamangan sebagian anggota masyarakat merespons gempa yang terjadi. Ada bentuk-bentuk kepanikan terjadi, terutama pada sebagian tamu hotel yang datang dari rantau yang belum mengenal tentang gempa dan mitigasinya. Para pemilik hotel harusnya sudah memiliki buku kecil atau brosur tentang potensi gempa dan tsunami dan langkah-langkah mitigasi (respons) yang dilakukan jika gempa/tsunami terjadi,” ujarnya.
Lebih jauh ditambahkannya, kejadian pagi tadi dapat jadi pedoman bagi BPBD untuk mengevaluasi sejauh mana hasil sosialiasi, pembekalan, dan simulasi yang sudah dilakukan selama ini kepada masyarakat.
Hasil pengamatan dan evaluasi ini dijadikan titik tolak untuk memberikan pembekalan berikutnya dengan membuat berbagai program yang sesuai.
Karena ancaman paling potensial berasal dari megathrust Mentawai khususnya segmen Siberut, maka masyarakat tentu harus mewaspadai gempa kuat atau sangat kuat yang berasal dari segmen ini.
Kerugian yang ditimbulkan oleh sebuah gempa adalah runtuhnya bangunan, maka yang pertama harus diwaspadai adalah bangunan yang kondisinya rawan. Bangunan yang rubuh dapat menimbulkan kerugian jiwa.
Karena itu hindari bangunan-bangunan kritis sebelum bangunan tersebut direkonstruksi. Pastikan pula bangunan yang akan dibangun memenuhi standar bangunan aman gempa. (yes)