PADANG, HARIANHALUAN.ID — Masyarakat diminta untuk menggunakan jerat tradisional untuk mengusir hama babi agar tidak membahayakan bagi hewan-hewan yang dilindungi. Seperti kasus kematian seekor Harimau Sumatra di Pasaman usai terjerat dalam jerat babi yang terbuat dari gulungan kawat.
Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Ardi Andono mengatakan jerat babi yang dibuat oleh warga yang berbentuk jeratan gulungan kawat adalah tipe jeratan yang paling membahayakan, berdampak dengan kematian hewan.
Ia menyarankan masyarakat luas ketika ingin mengusir hama babi harus menggunakan cara tradisional. Karena menurutnya dampak dari jerat babi ini sangat membahayakan hewan secara luas, termasuk hewan yang sangat dilindungi.
“BKSDA Sumbar merasa prihatin atas kejadian ini, kami minta masyarakat untuk tidak lagi memasang jerat dengan alasan apapun karena hal ini dapat membahayakan satwa dilindungi,” kata Ardi.
Pihaknya pun akan rutin untuk melakukan pengawasan dan pembersihan jerat babi tersebut untuk mencegah kasus serupa. Sebab kata Ardi, sebelumnya sudah ada dua kali kejadian harimau sumatra yang terkena jerat babi warga. Namun menurutnya, dua kali kejadian itu, harimau tersebut dapat terselamatkan.
Ia sangat menyayangkan masih banyaknya masyarakat melakukan praktik pembuatan jerat babi di kebun. Mengenai ancaman hukuman dampak dari pembuatan jerat yang mengakibatkan kematian hewan yang dilindungi. Ardi mengatakan pelaku dapat terkena pidana melalui UU no 5 tahun 1990 dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
“Hentikan pengguna jeratan babi di kebun ketika panen, sangat bahaya dampaknya. Gunakan lah cara tradisional mengusir hama. Kedepan saya harap masyarakat semakin sadar dengan hal ini,” katanya.
Sebelumnya, seekor harimau sumatra terkena jerat babi warga di Jorong Tikalak, Nagari Tanjung Beringin Selatan, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat. Nahas, harimau tersebut setelah dievakuasi tim BKSDA sudah dalam keadaan mati.
Kata Ardi, penyebab kematian harimau sumatra yang diperkirakan berumur lebih kurang 2 tahun di Jorong Tikalak disebabkan oleh lima faktor. Hal itu terungkap usai pihaknya membawa seekor harimau yang telah mati itu ke RS Hewan Sumbar.
“Hasil yang kita temukan, di tubuh harimau itu terjadi pendarahan pada rongga dada, pendarahan di bagian paru-paru, serta pendarahan pada leher. Ini juga diperparah dengan terpaparnya ia secara langsung dengan panas matahari yang sangat tinggi yang menyebabkan terjadinya hipoksia akut,” ujar Ardi. (fzi)