Novotel Bakal Dilelang Februari 2024 Mendatang

Novotel

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) bakal melelang Novotel Bukittinggi pada Februari 2024 mendatang, atau enam bulan sebelum kontrak kerja sama Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Serah Guna dengan PT Grahamas Citrawisata Tbk selaku pengelola berakhir pada Agustus 2024. Dengan kata lain, Pemprov dipastikan tidak akan memperpanjang kontrak BOT dengan PT Grahamas Citrawisata Tbk, yang telah terjalin sejak Agustus 1990.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Rosail menyebut, aset yang menjadi milik Pemprov Sumbar hanya berupa tanah. Sementara bangunan Novotel dan perlengkapan lainnya masih menjadi milik PT Grahamas Citrawisata Tbk. Namun setelah masa kontrak berakhir, sesuai dengan akta perjanjian Nomor 12.090/L/1990 pada tanggal 27 Agustus 1990, tanah beserta bangunan dan perlengkapan lainnya akan menjadi milik Pemprov.

Dalam akta tersebut, disepakati perjanjian kerja sama selama 30 tahun sejak Novotel dioperasikan, dengan dua tahun pertama masa pembangunan dan dua tahun lanjutan masa promosi. Kemudian, tahun berikutnya hingga 30 tahun masa operasional.

“Saat ini kami bersama tim appraisal tengah melakukan penghitungan nilai aset Novotel secara keseluruhan. Setelah itu, baru disiapkan penjaringan kerja sama baru,” kata Rosail kepada Haluan, Minggu (21/5).

Dalam hal ini, ada dua opsi skema kerja sama baru yang disiapkan setelah masa kerja sama BOT Novotel berakhir, yakni sewa dan kerja sama pemanfaatan (KSP). Jika menggunakan opsi kerja sama sewa, maka masa berlakunya paling lama hanya lima tahun, di mana perjanjian harus diperpanjang setiap tahun selama masa lima tahun. Menurut Rosail, skema sewa aset ini tidak cocok untuk bisnis hotel. Maka, skema yang paling mungkin digunakan adalah KSP, di mana masa berlaku KSP dapat ditetapkan selama lima tahun dan bisa terus diperpanjang.

“Nah, nanti pada bulan Februari 2024 Novotel akan dilelang. Jadi, ada masa transisi selama enam bulan sebelum kontrak BOT berakhir pada Agustus 2024,” katanya.

Di sisi lain, Rosail menyebut, PT Grahamas Citrawisata Tbk juga telah menyatakan minat untuk kembali mengelola Novotel. Hanya saja, jika tetap ingin mengelola Novotel, sesuai aturan yang berlaku, pihak PT Grahamas Citrawisata Tbk harus tetap mengikuti proses lelang bersama investor-investor lain yang berminat. Pun halnya jika  PT Grahamas Citrawisata Tbk memenangi lelang tersebut, maka perjanjian kerja sama yang digunakan adalah perjanjian baru, di mana dalam hal ini Pemprov telah berstatus sebagai pemilik aset tanah beserta bangunan Novotel.

Setelah seluruh aset Novotel menjadi milik Pemprov, maka kentungan yang akan diterima pun akan meningkat tajam. “Sebelumnya, aset yang punya Pemprov itu kan tanah saja. Nah, setelah masa BOT berakhir, aset bangunan juga ikut menjadi milik Pemprov. Artinya, keuntungan yang diterima bisa berlipat ganda. Paling tidak, nanti sewa per tahunnya ada lah minimal Rp5 miliar,” katanya.

Aset Pemprov Hanya Tanah

Lebih jauh, Rosail mengaku menyayangkan polemik terkait keuntungan yang diterima Pemprov dari Novotel, yang baru-baru ini mencuat. Polemik itu semakin melebar, menurut Rosail, lantaran kekurangmengertian masyarakat bahkan termasuk pemangku kepentingan sendiri.

“Informasi yang beredar seolah-olah seluruh aset Novotel itu milik Pemprov. Padahal kan yang punya Pemprov Cuma tanah saja. Bangunannya kan milik  PT Grahamas Citrawisata Tbk. Kalau seluruh Novotel itu milik Pemprov, maka keuntungan sebesar Rp300 juta per tahun yang diterima Pemprov itu wajar dibilang kecil. Tapi kan tidak begitu konsepnya,” kata Rosail.

Dalam perjanjian kerja sama BOT tersebut, PT Grahamas Citrawisata Tbk membayarkan imbalan kerja sama berupa fixed lease Rp40 juta per tahun dengan eskalasi 10 persen setiap lima tahun dan pembayaran di setiap akhir tahun operasi. Apabila PT Grahamas Citrawisata Tbk mengalami kerugian, maka Pemprov Sumbar tetap menerima imbalan Rp40 juta per tahun, dan jika kerja sama berakhir maka tanah dan bangunan akan diserahkan kepada Pemprov Sumbar dalam keadaan baik.

Dalam perjalannya, dilakukan adendum perjanjian akta Nomor 120-9/USB-2010 dan Nomor 025/GC/IX/2010 pada 30 September 2010 antara Pemprov Sumbar dengan PT Grahamas Citrawisata Tbk dan disepakati keuntungan bersih setelah diaudit akuntan publik dibagi 20 persen untuk Pemprov Sumbar dan 80 persen untuk perusahaan atau Rp200 juta harus diterima Pemprov Sumbar apabila minimal 20 persen lebih kecil dari Rp200 juta.

Lalu dilakukan adendum perjanjian akta Nomor 120-9/USB-2010 dan Nomor 025/GC/IX/2010 pada 30 September 2010 antara Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata dan disepakati keuntungan bersih setelah diaudit akuntan publik dibagi 20 persen untuk Pemprov dan 80 persen untuk perusahaan atau Rp200 juta harus diterima Pemprov Sumbar, apabila minimal 20 persen keuntungan lebih kecil dari Rp200 juta.

Penyetoran tersebut dilakukan sejak akhir tahun 2010 hingga saat ini dan baru tahun lalu meningkat menjadi Rp300 juta. Jumlah inilah yang kemudian menjadi polemik, lantaran dinilai kelewat kecil.

Padahal, menurut Rosail, keuntungan Rp300 juta yang diterima Pemprov tersebut sudah naik sekian ratus persen jika dibandingkan dengan perjanjian awal pada tahun 1990.

“Tapi di sisi lain kan pemerintah tetap berusaha. Pemprov selalu meminta kenaikan kontribusi. Nah, terakhir kami juga sudah minta kepada PT Graha Mas Citrawisata untuk tahun terakhir ini ada peningkatan kontribusi yang lebih dari Novotel. Sampai sekrang belum ada jawaban dari pihak PT Graha Mas Citrawisata,” tuturnya. (dan)

Exit mobile version