NS Lili Fajria SKep Mbiomed : Kegagalan Pola Asuh Picu Perilaku Seks Menyimpang

Dosen dari Fakultas Keperawatan (FKep) Unand, Ns Lili Fajria SKep MBiomed

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Dosen dari Fakultas Keperawatan (FKep) Unand, Ns Lili Fajria SKep MBiomed menyebutkan kegagalan pola asuh bisa picu anak berperilaku seks menyimpang.

Lili diketahui menyelesaikan disertasi berjudul senada yaitu Model Pengasuhan Anak Jelang Remaja (Pajar) sebagai upaya meningkatkan kemampuan keluarga dalam membangun orientasi seksual anak remaja.

Menurut Lili, penyimpangan orientasi seksual sebagai bagian dari permasalahan LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) akhir-akhir ini semakin marak terjadi di kalangan masyarakat. Selain di kalangan orang dewasa ‘wabah’ LGBT juga sudah merambah ke kalangan remaja dan pelajar.

Hal ini menurut dia, tentu sangat mengkhawatirkan, karena remaja dan pelajar aset bangsa, calon pemimpin bangsa yang tentunya harus menjadi perhatian serius semua pihak.

“Di Indonesia LGBT dipandang sebagai perilaku seksual tidak wajar dan menyimpang dari agama, norma, serta aturan berlaku. Masyarakat menganggap kaum LGBT kaum “penyakit” yang berbahaya bagi lingkungan sosial. Kontroversi fenomena LGBT dapat menular ke orang lain menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat merasa perlu menjauhi kaum tersebut,” katanya saat berbincang dengan Haluan, Sabtu (3/6).

Menurut dia, hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai kaum LGBT. Bahkan seperti fenomena gunung es, hanya sedikit yang terkuak ke permukaan.

Di dunia diperkirakan angkanya mencapai 750 juta orang dan estimasi jumlah gay di Indonesia mencapai 1.095.970 orang (Kemenkes RI. 2012). Menurut data KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional di Sumbar sendiri mencatat lebih dari 25 ribu LGBT.

“Penyebab penyakit perubahan orientasi seksual menyimpang ini, hingga saat ini belum ada teori yang menjelaskan. Sejauh ini banyak perdebatan para ahli sosiologi, ahli genetika dan ahli kesehatan masyarakat. Namun, beberapa penelitian menemukan faktor sosial yang berpengaruh dan berkontribusi dalam pembentukan orientasi seksual,” ucap Lili yang menjelaskan terkait disertasinya itu.

Lebih jauh Ia menjelaskan, Diantaranya, faktor lingkungan sosial seperti pola asuh orangtua, dinamika psikologis dan pengalaman seksual, faktor lebih dekat dengan kakak perempuan, peran ayah tidak efektif, kurang kasih sayang. Lalu, mendapatkan perlakuan kekerasan, sehingga mencari sosok ayah di luar rumah atau ibu lebih menginginkan anak perempuan dan memperlakukan anaknya seperti perempuan menjadi faktor rIsiko anak laki-laki menjadi waria, punya pengalaman pernah mengalami kekerasan seksual dengan jenis kelamin sama saat di sekolah.

“Hal ini tentu menjadi keprihatinan kita bersama. Keluarga yang menjadi wadah pertama bagi seorang anak dalam belajar punya tugas dan peran penting dalam membentuk orientasi seksual anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Perkembangan pembentukan orientasi seksual terjadi dalam beberapa tahap tumbuh kembang anak,  dimulai sejak anak dilahirkan hingga anak mencapai usia pubertas. Setelah usia pubertas, anak akan memutuskan orientasi seksualnya sendiri apakah kecenderungan ketertarikannya secara emosional pada jenis kelamin berbeda (heteroseksual), atau jenis kelamin yang sama (homoseksual) atau kedua jenis kelamin (biseksual),” ujar dia.

Menurut Lili, akibat keputusan seorang anak pada orientasi seksualnya ini akan menimbulkan perilaku seksual menyimpang (LGBT), jika orientasi seksualnya cenderung kepada jenis kelamin yang sama atau kedua-duanya. Tentu kondisi ini dapat kita cegah sebelum usia jelang remaja (pra-pubertas). Pencegahan orientasi seksual menyimpang dapat dilakukan oleh orangtua dengan memberikan pengasuhan yang sesuai dengan usia anak sebelum anak memasuki usia pubertas.

Beberapa model pengasuhan dapat diterapkan orang tua, adalah model pengasuhan anak jelang remaja yang disingkat dengan “Pajar”, terdiri dari lima model pengasuhan, yaitu model responding, preventing, monitoring, mentoring dan modeling. Dari kelima model pengasuhan tersebut menjadi dasar bagi orang tua dalam membantu anak remaja berhasil dan sukses melewati fase-fase perkembangannya, khususnya dalam pembentukan orientasi seksual. (yes)

Exit mobile version