PADANG, HARIANHALUAN.ID – Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, Fauzi Bahar Datuak Nan Sati, mengaku prihatin dengan perkembangan terkini jumlah kasus HIV yang dipicu oleh perilaku seks menyimpang Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Ranah Minang.
Mantan Wali Kota Padang dua periode ini menyebut, data jumlah kasus pengidap HIV serta pelaku LGBT yang telah terdeteksi, harus menjadi dasar bagi semua pihak untuk mulai menabuh genderang perang melawan perilaku LGBT.
“Kita harus mulai menyatakan perang terhadap LGBT dalam bentuk apapun. Sebab bagaimanapun, LGBT merupakan ancaman nyata bagi kekayaan kita yang paling berharga, yakninya anak kemenakan serta generasi penerus kita ,” ujarnya kepada Haluan Minggu (4/6).
Fauzi Bahar menilai, upaya memutus mata rantai penyebaran HIV serta perilaku LGBT di Sumbar, sejatinya tidak bisa selesai hanya dengan slogan imbauan, dukung mendukung atau kecam mengecam kosong saja.
Sebab menurut dia, kalaulah persoalan moralitas seperti halnya LGBT bisa selesai dengan slogan imbauan saja, mungkin salah satu bentuk kelainan orientasi seksual itu telah selesai sejak zaman dahulu kala.
“Kalau hanya imbauan saja, apa bedanya dengan ceramah Khatib atau ustaz di masjid. Dikisahkan lagi dengan kisah Nabi Luth dalam Al-Qur’an . Jadi, memang harus dibarengi dengan gerakan nyata,” ucapnya.
Lebih jauh, Fauzi Bahar meminta agar program pencegahan, rehabilitasi serta penanganan korban HIV dan LGBT ini, perlu dilakukan secara menyeluruh, serius serta didukung penuh pemerintah daerah dalam bentuk penganggaran.
“Penganggaran memang tidak otomatis langsung menghabiskan LGBT atau HIV, tapi hanya melalui dukungan anggaran lah program pencegahan, rehabilitasi maupun penanganan bisa dijalankan,” ucapnya.
Agar program pencegahan HIV serta perilaku LGBT ini bisa berjalan secara optimal dan serentak di seluruh daerah, kata Fauzi Bahar, kalau perlu Gubernur Sumbar harus mengeluarkan instruksi khusus kepada seluruh Bupati maupun Walikota.
“Nah, lalu ketika Gubernur, Bupati dan Wali Kota sudah menganggarkan secara khusus untuk program itu, anggota DPRD tentu juga harus mendukungnya dengan sungguh-sungguh,” tegasnya.
Ia mengibaratkan, penularan penyakit HIV serta perilaku LGBT, hampir sama cepatnya dengan pembelahan sel diri yang dilakukan hewan Amoeba untuk berkembang biak.
Apalagi, hasil penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa seseorang yang telah pernah menjadi korban perilaku sodomi atau pelecehan seksual lainnya. Di kemudian hari akan berpotensi bertransformasi menjadi pelaku jika tidak tertangani dengan baik.
“Jadi kita perlu waspada, para LGBT ini pada awalnya adalah korban, lalu menjadi pelaku, jadi rantai penularan perilaku ini yang harus bisa kita amputasi,” jelasnya.
Ia menyebut, Pemerintah daerah mesti bergerak cepat untuk menyikapi fenomena ini. Sebab menurut dia, apalah artinya keberhasilan pembangunan jika, HIV dan LGBT tetap merajalela di Ranah Minang.
“Berhasil pun kita membangun gedung seratus lantai, jembatan dan jalan yang megah sekalipun, namun itu semua tidak ada artinya jika HIV dan LGBT telah menerkam dan melahap habis anak kemenakan kita,” pungkasnya. (fzi).