Lindungi 352 Hektare Tanah Ulayat, Sumbar Akan Jadi Percontohan HPL Masyarakat Hukum Adat

Salah satu lahan Tanah Ulayat di Sumbar

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Keberadaan tanah ulayat di Sumatera Barat (Sumbar) yang tercatat 352 ribu hektare itu harus dilindungi dengan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Masyarakat Hukum Adat. Langkah ini agar tanah ulayat yang tersisa agar tidak terus berkurang.

Hal itu dikatakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN), Marsekal TNI (Purn), Dr. Hadi Tjahjanto, ketika memberikan Kuliah Umum di Universitas Negeri Padang (UNP), Selasa (20/6) di Auditorium UNP.

“Kalau dikalkulasikan nilai tanah ulayat di Sumatera Barat ini mencapai Rp12,1 triliun. Tanah yang telah memiliki kepastian hukum itu nantinya bisa dikerjasamakan dengan investor melalui Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Hak Guna Usaha (HGU). Intinya tanah ulayat yang telah disertifikatkan tidak akan hilang. Tanah dimaksud justru memiliki nilai ekonomi yang jelas,” katanya. 

Lanjut Menteri Hadi Tjahjanto, kalau ada investor datang mau bangun gedung atau mau tanam sawit di tanah ulayat silakan. Terbitkan HGB atau HGU di atas HPL Masyarakat Hukum Adat. “Kerja sama berjangka waktu, bisa 20 tahun, 30 tahun, kalau selesai tanah itu kembali hak ulayat, tidak hilang,” ucapnya pada Kuliah Umum dengan tema Sinergitas Pemerintah, Ninik Mamak dan Cerdik Pandai untuk Menyelesaikan Masalah Pertanahan dalam Rangka Percepatan Pembangunan Infrastruktur itu.  

Menteri Hadi Tjahjanto mengungkapkan, sertifikat HPL masyarakat hukum adat kepemilikannya komunal sehingga tidak bisa diperjualbelikan perorangan. Sumbar menjadi percontohan dalam penerapan program ini tujuannya agar sengketa dan permasalahan lahan ulayat tidak terus terjadi, dan tanah ulayat memiliki kepastian hukum. “Kemudian tidak ada lagi penyerobotan tanah ulayat. Tidak ada lagi mafia tanah yang bermain di atas tanah ulayat,” tegasnya.

Sementara itu, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, menyebut, keberadaan tanah ulayat mencerminkan ketahanan masyarakat adat yang kuat, tidak mudah adanya perpindahan kepemilikan tanah. Masyarakat asli masih memiliki hak. Namun satu sisi ada perlambatan penanaman modal akibat sulitnya penggunaan tanah ulayat.

“Dengan hadirnya HPL Masyarakat Hukum Adat, menjadi jawaban dan solusi agar kepemilikan tanah ulayat diakui secara hukum dan bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi oleh pihak ketiga,” ucap Mahyeldi.

Rektor UNP, Prof Ganefri, mengatakan, tanah ulayat menjadi permasalahan cukup serius yang mesti ditangani untuk kelanjutan program strategis nasional (PSN) salah satunya Jalan Tol Trans Sumatera.

Ia menyampaikan, kalangan mahasiswa perlu bahu membahu dengan pemangku kepentingan terkait untuk  mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kelanjutan pembangunan Tol Padang-Pekanbaru sepanjang 254 kilometer, khususnya seksi Padang-Sicincin (36,15 kilometer) yang berada di Kabupaten Padang Pariaman. “Alhamdulillah pembangunan saat ini sudah berjalan tapi masih ada hambatan-hambatan seperti pembebasan tanah ulayat,” katanya. 

Prof. Ganefri juga memastikan, dukungan dalam membantu program HPL Masyarakat Hukum Adat. Sebab dengan kepastian hukum terhadap tanah masyarakat adat akan berkorelasi positif terhadap pembangunan di Sumbar yang cenderung tertinggal dibanding provinsi tetangga. (h/isr/fzi)

Exit mobile version