Direktur YCMM Rifai Lubis : Harus Benar-Benar Lindungi Hak Masyarakat Adat

Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), Rifai Lubis

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), Rifai Lubis menyebut, Ranperda Tanah Ulayat yang sedang digodok DPRD Sumbar mesti memuat substansi hukum yang benar-benar melindungi serta bisa mengembalikan hak pengelolaan tanah negara bekas HGU kepada masyarakat adat.

Rifai menegaskan, setelah disahkan, Ranperda Tanah Ulayat harus  menjadi solusi atas maraknya konflik agraria, pendudukan lahan atau bahkan demonstrasi penolakan yang dilancarkan masyarakat adat terhadap kehadiran perusahaan pemegang HGU di berbagai daerah.

“Jadi, jika Ranperda yang akan disahkan menjadi Perda ini hanya berlaku bagi Tanah ulayat yang belum menjadi objek HGU, Perda ini pasti tidak akan maksimal. Sebab tanah ulayat Sumbar yang belum menjadi HGU jumlahnya hanya tinggal sedikit,” ujarnya kepada Haluan Kamis (22/6).

Rifai menyampaikan, Ranperda tanah ulayat harus menjadi instrumen hukum yang bisa mencegah penerbitan izin HGU di atas tanah ulayat milik masyarakat adat. Selain itu, Perda Tanah Ulayat juga harus berani menyatakan dengan tegas bahwa proses peralihan status tanah ulayat menjadi tanah HGU selama ini, dipenuhi dengan proses-proses yang dipenuhi pelanggaran hukum,  HAM, intimidasi serta praktek yang merugikan masyarakat adat lainnya.

“Artinya, Perda tanah ulayat harus bisa memulihkan itu semua. Sebab bagaimanapun, penyusunan perda ini merupakan momentum bagi kita untuk meluruskan kembali proses-proses salah yang dulu pernah terlanjur terjadi,” tegasnya.

Agar Perda Tanah Ulayat benar-benar bisa menjawab persoalan yang terjadi, sebut Rifai, Perda Tanah Ulayat juga harus mengatur masa depan pengelolaan tanah ulayat yang berada di dalam kawasan hutan. Jika poin ini tidak diatur, dapat dipastikan bahwa Perda ini akan mandul dalam penerapannya.

“Kenapa? Ya, karena tanah ulayat Sumbar yang berada di kawasan hutan cukup tinggi. Luasnya mungkin sekitar 1,5 juta hektare. Termasuk yang telah menjadi taman nasional, hutan konservasi dan sebagainya,” jelasnya.

Ia menambahkan, Perda Tanah Ulayat juga perlu mengatur soal masa depan pengelolaan tanah ulayat milik masyarakat adat Mentawai yang notabene berbeda secara adat istiadat dengan masyarakat Sumbar daratan. Apalagi,  jumlah konflik agraria dan ruang hidup yang terjadi di wilayah Kabupaten Mentawai juga terbilang tinggi. Sehingga sudah semestinya para penyusun perda juga memikirkan nasib masyarakat adat Mentawai yang saat ini kehidupan mereka sudah sangat terancam dengan masifnya penerbitan HGU diatas tanah ulayat mereka.

“Kalau pun dalam Perda itu akan dicantumkan bahwa bagi Mentawai akan diatur dalam Perda khusus tersendiri, namun panitia perumus juga mesti bertanggung jawab juga merumuskan Perda Ulayat Mentawai.” pungkasnya. (h/fzi)

Exit mobile version