Aset Menganggur Milik Pemprov Capai Rp103,5 Miliar

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Belum optimalnya pengelolaan aset oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat (Sumbar) terus menjadi perhatian serius kalangan dewan. Pasalnya, dari total Rp17,4 triliun aset yang dimiliki Pemprov, 0,59 persen atau Rp103,5 miliar diantaranya merupakan aset Idle atau menganggur. Kalangan DPRD Sumbar mendorong, aset-aset yang ada tersebut dikelola secara optimal agar bisa mendatangkan pendapatan untuk daerah. 

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumbar, Ali Tanjung, mengatakan, Fraksi Demokrat mendukung upaya-upaya yang dilakukan Pemprov Sumbar untuk meningkatkan PAD dengan cara menyewakan, atau memanfaatkan tanah dan bangunan milik Pemprov,  melalui kerja sama dengan pihak ketiga. Namun demikian, Fraksi Partai Demokrat secara tegas mengingatkan dalam pelaksanaannya jangan sampai merugikan Pemprov serta melanggar aturan dan perundang-undangan yang berlaku. 

Disebut Ali Tanjung, hal ini disampaikan, karena selama ini pihaknya melihat masih banyak kelalaian dan pelanggaran aturan yang dilakukan oleh SKPD terkait. “Hal tersebut berakibat pada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tidak maksimal memperoleh PAD yang seharusnya bisa didapatkan,” katanya kepada Haluan baru-baru ini di Padang.

Hal senada juga disampaikan Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar, Hidayat. Ia mengatakan, kesuksesan kepala daerah bisa dilihat dari kemampuan dalam meningkatkan pendapatan daerah. Dalam hal ini, Fraksi Gerindra menilai masih banyak potensi sumber-sumber pendapatan yang belum tergali secara optimal. Gubernur sebagai kepala daerah diminta agar memiliki perhatian lebih akan hal ini.

Sementara itu, Gubernur Provinsi Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, menyebut, dalam rangka optimalisasi pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) untuk peningkatan PAD, sebagian besar aset milik Pemprov  Sumbar telah dikerjasamakan dengan pihak lain. Kerja sama yang dijalankan yakni dalam bentuk sewa, maupun kerja sama BMD.

“PAD yang telah dihasilkan dari sewa dan kerja sama aset tersebut adalah senilai Rp4,25 miliar dan telah masuk ke kas daerah,” ujar Mahyeldi dalam rapat paripurna di DPRD Sumbar baru-baru ini. 

Lebih lanjut Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumbar dalam pengelolaan BMD ini mengacu kepada regulasi yang mengatur terkait pengelolaan BMD, yakni PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang perubahan atas PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMD.  

Selanjutnya juga mengacu pada Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, dan Pergub No 10 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Barang Milik Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 

“Adapun pemanfaatan  BMD ini, dilaksanakan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, KSP, BGS/BSG dan KSPI sesuai mekanisme pelaksanaannya dan peraturan yang telah disebutkan tadi,” katanya. 

Disisi lain, masih banyaknya aset milik Pemprov Sumbar yang berstatus idle atau menganggur tidak dilepaskan dari kenyataan masih lemahnya pengelolaan aset oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sebagai pengelola. Kelalaian OPD dalam mengelola aset miliknya sendiri bahkan tak hanya membuat aset terbengkalai, melainkan juga sampai diklaim pihak lain.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumbar, Delliyarti, menyebutkan, pada dasarnya, pengelolaan aset berada di pundak OPD bersangkutan. Sementara, BPKAD hanya bertindak sebagai Pejabat Penatausahaan Aset (PPD). Artinya, BPKAD hanya mencatat aset-aset yang telah resmi dan bersertifikat.

Ia menjelaskan, kalau untuk menyelesaikan masalah aset, tidak seluruhnya berada di tangan BPKAD. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 47 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi, dan Barang Milik Daerah (BMD) disebutkan bahwa penyelesaian masalah aset adalah pengguna aset, dalam hal ini, OPD bersangkutan.

“Cuma masalahnya, OPD terkait tidak menyadari bahwa tugas untuk mengamankan aset adalah tupoksi mereka. Karena bagaimanapun, itu aset mereka sendiri. Ironisnya, ada OPD yang bahkan tidak tahu kalau asetnya sudah diserobot orang,” ujar Delliyarti kepada Haluan.

BPKAD sebagai pengelola, ucapnya, bertugas menjadi “polisi lalu lintas” yang mengatur jalannya penggunaan aset. Sederhananya, pengelolaan aset berada di bawah kewenangan OPD terkait sebagai pengelola aset. Apabila OPD tersebut tak lagi membutuhkan dan menggunakan aset tersebut, OPD bisa mengembalikan aset itu kepada BPKAD sebagai pengelola. Selanjutnya, BPKAD-lah yang mengatur mau diapakan aset tersebut

“Misalnya, Dinas Pendidikan membutuhkan tanah. Nah, kamilah kemudian yang mencarikan tanah yang tidak terpakai, lalu diserahkan pengelolaannya ke Dinas Pendidikan. Selanjutnya, bagaimana aset itu digunakan, menjadi urusan Dinas Pendidikan,” tuturnya.

Ia menjelaskan, inventarisasi aset juga sesungguhnya menjadi tugas OPD bersangkutan. Merekalah yang menyampaikan kepada BPKAD jika ada aset milik mereka yang bermasalah. Dari situlah tugas BPKAD mencarikan solusi. Selain memberikan solusi, pihaknya juga memberikan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan aset bagi OPD-OPD.

“Misalnya ada OPD yang memiliki tanah, tapi belum memiliki sertifikat, atau sertifikatnya bermasalah, kami tunjukkan bagaimana prosedur penyelesaiannya.  Atu mungkin juga ikut memfasilitasi penyelesaiannya dengan BPN. Seperti itu,” ujarnya. (h/len)

Exit mobile version