“Akhirnya yang terjadi, jika Kepala Dinas tidak melihat isian DPA, orang keuangan akan bingung untuk membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) belanja karena tidak ada dalam daftar DPA,” ungkapnya.
Kondisi ini, kata Tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sumatra Barat ini, sering memicu terjadinya kesalah pahaman atau bahkan konflik antara bendahara keuangan dengan Kepala Dinas terkait.
“Persoalan seperti ini juga menyebabkan sering terjadinya temuan terkait aksi kecurangan dalam bentuk SPJ Fiktif, maupun aksi mark up harga tiket pesawat atau Booking kamar hotel dalam setiap perjalanan dinas para ASN atau bahkan anggota DPRD,” jelasnya.
Afridian Wirahadi Ahmad menjelaskan, sejak beberapa tahun belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah dilengkapi kemampuan serta kewenangan melacak data hunian kamar hotel maupun booking tiket pesawat yang dipesan dan dibayarkan menggunakan anggaran negara.
“BPK bisa tahu siapa yang menyewa kamar hotel. Jadi kalau misalnya dia mengaku menginap di hotel mahal, namun nyatanya menginap di hotel murah untuk mengakali kelebihan harga tiket atau sewa hotel, semuanya akan bisa dilihat dari database hotel,” ungkapnya.
Ia menyatakan, modus aksi kecurangan seperti itu merupakan kasus yang paling banyak menjadi kasus temuan BPK di berbagai daerah. Atas dasar itu, para bendahara keuangan daerah mesti selalu berhati-hati serta up to date dengan perkembangan regulasi keuangan terbaru.