BUKITTINGGI,HARIANHALUAN.ID — Aparatur Sipil Negara (ASN) selingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar, Provinsi Riau mengikuti kegiatan Bimtek penguatan kapasitas Penatausahaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Bendahara Daerah selama dua hari di Hotel Mersi, Kota Bukittinggi, Sumatra Barat Rabu hingga Kamis (2-3/8/2023) kemarin.
Bimbingan peningkatan kapasitas ASN itu, menghadirkan Rektor Universitas Muhammad Natsir YARSI Bukittinggi, Afridian Wirahadi Ahmad,SE, M.Sc.AK,CA sebagai narasumber pakar dalam materi sistem tata kelola administrasi penggunaan dan pencairan anggaran belanja daerah.
Rektor Universitas Muhammad Natsir YARSI Bukittinggi, Afridian Wirahadi Ahmad dalam pemaparannya menyampaikan, regulasi sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah saat ini telah mengalami sejumlah perubahan.
“Jika selama ini pembayaran tunai, maka saat ini sudah wajib non tunai. Jika selama ini pembayaran manual, sekarang sudah menggunakan aplikasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah atau SIPD” ujar Rektor Afridian Wirahadi Ahmad.
Ia menerangkan, semua sistem administrasi pemerintahan saat ini, telah terintegrasi sejak mulai perencanaan penganggaran, pelaksanaan, penata usahaan sampai kepada pelaporan dan pengawasan.
Persoalan yang sering terjadi di lapangan adalah ketidaktahuan perubahan regulasi. Misalnya saja, masih ada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berbelanja diluar isian Daftar Pelaksanaan anggaran (DPA)
“Akhirnya yang terjadi, jika Kepala Dinas tidak melihat isian DPA, orang keuangan akan bingung untuk membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) belanja karena tidak ada dalam daftar DPA,” ungkapnya.
Kondisi ini, kata Tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sumatra Barat ini, sering memicu terjadinya kesalah pahaman atau bahkan konflik antara bendahara keuangan dengan Kepala Dinas terkait.
“Persoalan seperti ini juga menyebabkan sering terjadinya temuan terkait aksi kecurangan dalam bentuk SPJ Fiktif, maupun aksi mark up harga tiket pesawat atau Booking kamar hotel dalam setiap perjalanan dinas para ASN atau bahkan anggota DPRD,” jelasnya.
Afridian Wirahadi Ahmad menjelaskan, sejak beberapa tahun belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah dilengkapi kemampuan serta kewenangan melacak data hunian kamar hotel maupun booking tiket pesawat yang dipesan dan dibayarkan menggunakan anggaran negara.
“BPK bisa tahu siapa yang menyewa kamar hotel. Jadi kalau misalnya dia mengaku menginap di hotel mahal, namun nyatanya menginap di hotel murah untuk mengakali kelebihan harga tiket atau sewa hotel, semuanya akan bisa dilihat dari database hotel,” ungkapnya.
Ia menyatakan, modus aksi kecurangan seperti itu merupakan kasus yang paling banyak menjadi kasus temuan BPK di berbagai daerah. Atas dasar itu, para bendahara keuangan daerah mesti selalu berhati-hati serta up to date dengan perkembangan regulasi keuangan terbaru.
“Penggunaan aplikasi SIPD yang terintegrasi By System ini, bisa mempersempit ruang terjadinya berbagai modus kecurangan perilaku koruptif penggunaan anggaran SPJ atau Perjalanan dinas oleh ASN maupun anggota DPRD yang belakangan ini banyak terjadi di berbagai daerah,” jelasnya
Afridian menambahkan, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 79 tahun 2022, pemerintah daerah juga telah dimungkinkan untuk melakukan pengadaan barang dan jasa menggunakan kartu kredit pemerintah.
Dijelaskannya, kartu kredit pemerintah pada prinsipnya adalah dana talangan Bank yang bisa digunakan untuk transaksi pembayaran manakala suatu posko anggaran belum bisa dicairkan secara langsung.
“Jadi tidak ada lagi ceritanya kasus listrik di kantor pemerintahan yang dipadamkan PLN lantaran telat bayar tagihan listrik karena belum dianggarkan atau tidak ada uang. Sebab jika dibiarkan itu akan mengganggu layanan publik,” ungkapnya.
Atas dasar kebutuhan efisiensi dan akuntabilitas penggunaan anggaran keuangan daerah, Rektor Universitas Muhammad Natsir YARSI Bukittinggi ini menyarankan seluruh kepala daerah di Sumbar untuk segera menggesa perumusan Perwako atau Perbup tentang tata cara penggunaan kartu kredit pemerintah.
“Jika Perbup atau Perwako telah ada, sistem ini bisa diterapkan. Sebab bagaimanapun suatu regulasi baru bisa dilaksanakan jika telah ada dasar hukum yang mengaturnya,” pungkas Afridian Wirahadi Ahmad mengakhiri. (fzi)