Pemerintah Harus Mulai Siapkan Mekanisme Penyerahan Hak Pengelolaan Lahan Kawasan Hutan  kepada Masyarakat

Direktur Sustainable Development Goals (SDGS) Universitas Andalas, Prof, Dr Elfindri SE, MA

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Direktur Sustainable Development Goals (SDGS) Universitas Andalas, Prof, Dr Elfindri SE, MA menilai, bakal berakhirnya belasan izin HGU perusahaan sawit yang beroperasi di Sumbar dalam beberapa tahun ke depan adalah momentum yang tepat bagi pemerintah untuk mulai menyiapkan strategi dan mekanisme penyerahan hak pengelolaan lahan kawasan hutan  kepada masyarakat. 

“Bagi saya pribadi, apabila memang HGU perusahaan sawit telah berakhir, sebaiknya hak pengelolaan tanah dikembalikan lagi kepada masyarakat,” ujarnya kepada Haluan Senin (21/8).

Guru Besar Ekonomi Unand ini menjelaskan, persoalan tidak adanya akses lahan bagi masyarakat Sumbar yang rata-rata berprofesi sebagai petani adalah salah satu faktor penyebab peningkatan angka kemiskinan di daerah pedesaan Sumbar saat ini.

Atas dasar itu, apabila memang pemerintah atau negara berkomitmen untuk menyejahterakan masyarakat, sebut Elfindri, ada baiknya jika pemerintah Indonesia meniru jalannya program FELDA atau Federation Of Land Management yang saat ini telah terbilang sukses diterapkan oleh pemerintah Malaysia.

Dijelaskannya, pada sistem itu pemerintah akan mencarikan modal dari bank untuk membangunkan kebun dengan luasan tertentu bagi masyarakat. Namun, setelah tanaman perkebunan itu memasuki usia produktif, masyarakat kemudian diwajibkan melunasi cicilan biaya modal yang sebelumnya telah dipinjamkan pemerintah kepada pihak bank. 

“Program-program ekonomi kerakyatan terarah seperti ini yang belum dijalankan pemerintah kita. Padahal, luasan lahan yang semestinya bisa dan dapat diolah masyarakat  sangatlah luas,” ucapnya.

Ia juga meyakini, mengembalikan hak pengelolaan tanah ulayat eks HGU perusahaan sawit kepada masyarakat adat, adalah solusi yang paling tepat mengingat  belakangan ini, kehadiran investasi perusahaan sawit telah memicu terjadinya banyak konflik agraria di berbagai daerah.

Artinya, sebut dia, daripada memperpanjang izin HGU yang pasti akan menuai respon atau bahkan memicu terjadinya gejolak konflik agraria, pemerintah lebih baik menjalankan Reforma Agraria sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 maupun Undang-Undang  Pokok Agraria (UUPA).

“Dalam Undang-Undang Dasar 1945, telah jelas disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya harus digunakan untuk kepentingan masyarakat. Untuk itu, sudah seharusnya masyarakat diberikan hak pengelolaan,” jelasnya.

ia menambahkan, pemulihan kembali hak ulayat atas tanah Eks HGU perusahaan, merupakan suatu keniscayaan yang mesti dilakukan. Sebab menurut dia, negara tidak boleh terlalu Investor sentris dan mengabaikan kesejahteraan masyarakat. “Tugas dan tanggung jawab utama negara atau pemerintah, adalah menyejahterakan rakyat. Apabila suatu investasi malah menyengsarakan rakyat, saya kira ini tidak boleh dibiarkan begitu saja,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version