“Apalagi Sumbar memiliki berbagai produk pertanian, peternakan dan perkebunan yang semestinya bisa di hilirisasi. Hal ini mesti disadari dan dikerjakan pemerintah daerah lewat kebijakan-kebijakannya,” pungkasnya.
Hal senada juga dikatakan, Ekonomi Universitas Andalas (UNAND), Prof Dr Elfindri. Ia menilai, sulitnya lapangan pekerjaan di Sumatera Barat (Sumbar) disebabkan karena tidak signifikannya pertumbuhan investasi baru di Ranah Minang sejak beberapa waktu belakangan.
“Penyebab dari angka pengangguran yang cukup tinggi ini adalah karena lapangan kerja yang sangat terbatas. Sementara jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja terus bertambah setiap tahunnya,” ujarnya kepada Haluan Kamis (7/9).
Ia menyebut, mendorong pertumbuhan industri padat karya baru di Sumbar, semestinya adalah jurus yang tepat untuk mengatasi pengangguran. Namun sayangnya mendatangkan investor ke Sumbar, juga bukan perkara mudah tanpa tantangan.
Dikatakannya, ada sejumlah faktor yang mungkin menyebabkan investor enggan datang ke Sumbar, diantaranya adalah peliknya persoalan jual beli tanah, rumitnya perizinan, hingga masih maraknya aksi pungli oleh oknum masyarakat maupun aparat.
“Nah, pemerintah daerah harus hadir dan siap untuk menjawab tantangan itu, baik dari segi regulasi perizinan, keamanan dan segala macamnya. Karena memang bagaimanapun investasi industri ini penting untuk menekan jumlah pengangguran,” katanya.