Lapangan Kerja Minim Jadi Penyebab ODGJ

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Tanah Datar mencatat sepanjang tahun 2022 ada 731 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di daerah itu. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab ODGJ ini diantaranya tidak tercapainya cita-cita serta sulitnya lapangan pekerjaan yang menimbulkan stres hingga memicu gangguan kejiwaan. Kondisi ini pun mendapat sorotan, terutama soal minimnya lapangan pekerjaan sementara angka pencari kerja semakin banyak.

Salah satunya dari Guru Besar Ekonomi Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. Dr. Hasdi Aimon, M.Si. Ia menilai,  tingginya angka pengangguran dan terbatasnya kesempatan generasi muda untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di Sumatera Barat (Sumbar) saat ini, merupakan akibat dari tidak adanya aktivitas investasi yang berarti di daerah ini sejak beberapa dekade terakhir.

Sempitnya kesempatan kerja yang menyebabkan terus bertambahnya jumlah pengangguran di Sumbar ini,  akhirnya menyebabkan angkatan kerja usia produktif Sumbar rawan mengalami stres, putus asa, frustasi atau bahkan mengalami gangguan jiwa. “Untuk itu pemerintah mesti melakukan terobosan baru terutama dengan cara meningkatan aktivitas investasi yang akan menyerap tenaga kerja,” ujarnya kepada Haluan Kamis (7/9).

Hasdi Aimon menjelaskan, berdasarkan data BPS, perekonomian Sumbar sejak beberapa tahun terakhir memang tidak menunjukkan perkembangan berarti. Hal itu tidak terlepas dari masih belum kondusifnya iklim investasi Sumbar yang dinilai berbagai pihak tidak ramah investor.

“Ada banyak faktor yang menyebabkan sulitnya investasi di Sumbar. Mulai dari persoalan tanah, perizinan dan lain sebagainya, Padahal banyak peluang investasi yang semestinya bisa dimaksimalkan,” ucapnya.

Ia menuturkan, Sumbar merupakan salah satu daerah yang memiliki garis pantai terpanjang di pulau Sumatra. Kondisi geografis itu, semestinya bisa dimanfaatkan Sumbar untuk mengembangkan sektor industri budidaya perikanan di wilayah pesisir yang notabene akan menyerap banyak tenaga kerja. Namun sayangnya, hingga saat ini arah kebijakan pemerintah kabupaten, kota maupun provinsi, belum mengarah ke sana.  Akibatnya, hamparan pesisir pantai Sumbar nan luas itu, hanya menjadi hutan bakau yang tidak produktif saja.

“Padahal Sumbar bisa menjadi  kawasan sentra budidaya perikanan. Entah itu udang Kelong, Udang Vaname, atau jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi lainnya,” ungkapnya.

Tidak adanya arah kebijakan yang jelas dari pemerintah daerah soal pemaksimalan potensi ekonomi kawasan pesisir pantai Sumbar nan sangat panjang ini, sebut Prof Hasdi, akhirnya membuat sarjana-sarjana perikanan Sumbar menganggur.

“Padahal sektor budidaya perikanan ini sangat menjanjikan. Pasarnya luas, harga jual tinggi. Jika saja pemerintah daerah memiliki strategi yang jelas dalam upaya mengoptimalkan potensi pesisir pantai, lapangan pekerjaan baru akan terbuka luas,” jelasnya.

Ia menegaskan, pemerintah daerah mesti menyadari potensi sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Kesadaran itu perlu didukung dengan kebijakan  konkret guna mengembangkan sektor-sektor ekonomi potensial yang menyerap banyak tenaga kerja.

“Persoalan pengangguran mesti diselesaikan dengan berbasis potensi daerah. Jika tidak, tingginya angka pengangguran akan selamanya menimbulkan berbagai masalah sosial seperti kriminalitas, gangguan jiwa dan sebagainya,” ucapnya.

Langkah yang tidak kalah pentingnya lagi, menurut Hasdi Aimon, ialah dengan cara terus mendorong terjadinya hilirisasi industri di berbagai sektor perekonomian potensial Sumbar. Sebab selain akan menambah kualitas dan nilai jual produk, hilirisasi juga bisa menjadi salah satu cara untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi generasi muda Sumbar.

“Apalagi Sumbar memiliki berbagai produk pertanian, peternakan dan perkebunan yang semestinya bisa di hilirisasi. Hal ini mesti disadari dan dikerjakan pemerintah daerah lewat kebijakan-kebijakannya,” pungkasnya.

Hal senada juga dikatakan, Ekonomi Universitas Andalas (UNAND), Prof Dr Elfindri. Ia menilai,  sulitnya lapangan pekerjaan di Sumatera Barat (Sumbar) disebabkan karena tidak signifikannya pertumbuhan investasi  baru di Ranah Minang sejak beberapa waktu belakangan.

“Penyebab dari angka pengangguran  yang cukup tinggi ini adalah karena lapangan kerja  yang sangat   terbatas. Sementara jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja terus bertambah setiap tahunnya,” ujarnya kepada Haluan Kamis (7/9).

Ia menyebut, mendorong pertumbuhan  industri padat karya baru di Sumbar, semestinya  adalah jurus yang tepat untuk mengatasi pengangguran. Namun sayangnya mendatangkan investor ke Sumbar, juga bukan perkara  mudah tanpa tantangan.

Dikatakannya, ada sejumlah faktor yang mungkin  menyebabkan investor enggan datang ke Sumbar, diantaranya adalah peliknya  persoalan jual beli  tanah,  rumitnya perizinan, hingga masih maraknya aksi pungli oleh oknum masyarakat maupun aparat.

“Nah, pemerintah daerah harus hadir dan siap untuk menjawab tantangan itu, baik dari segi regulasi perizinan, keamanan dan segala macamnya. Karena memang bagaimanapun investasi industri ini penting untuk menekan jumlah pengangguran,” katanya.

Elfindri menyebut,  dengan ketersediaan  potensi ekonomi yang luar biasa dari sektor pertanian dan perkebunan,   sudah seharusnya  Sumbar memiliki industri pengolahan hasil perkebunan dan pertanian besar yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Ia mencontohkan, meski saat ini Sumbar memiliki areal perkebunan sawit yang cukup luas, namun sayangnya kebanyakan hasil panenan tersebut, malah diolah di industri pengolahan CPO yang berada di luar Sumbar. “Artinya, Sumbar masih menjadi daerah penghasil, belum melakukan  industrialisasi. Padahal jika  fasilitas Pengolahannya ada di Sumbar, tentu akan ada tenaga kerja yang terserap,” ucapnya.

Elfindri menyebut, pada sub sektor perkebunan dan pertanian ini, sudah saatnya juga Sumbar memiliki industri pengolahan pupuk besar untuk menunjang potensi hasil perkebunan dan pertanian Sumbar yang tak kalah besarnya.

Ia menambahkan, tingginya angka pengangguran  dan rendahnya tingkat pertumbuhan Ekonomi, merupakan dua fenomena berkaitan yang menyebabkan perekonomian Sumbar jauh tertinggal dibandingkan daerah lainnya.

” Akar permasalahannya adalah investasi yang tidak tumbuh. Sementara sektor perkebunan, pertanian, dan Pariwisata  dampaknya dan serapanya  secara ekonomi dan tenaga kerja juga tidak  begitu signifikan dan menakjubkan,” tutupnya.

Sebelumnya, Sepanjang tahun 2022, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Tanah Datar mencatat ada sebanyak 731 Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di daerah tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinsos PPPA Tanah Datar, Afrizon kepada Haluan saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (1/9) lalu. “Angka terakhir yang kami punya, pada tahun 2022 itu ada sekitar 731 orang yang mengalami gangguan kejiwaan, entah itu karena stres dan sebagainya,” ujar Afrizon.

Dari total keseluruhan, Kecamatan Lima Kaum merupakan kecamatan yang paling banyak ditemukan kasus gangguan mental dan kejiwaan dibandingkan 14 kecamatan lain yang ada di Kabupaten Tanah Datar.

Lebih jauh, Afrizon menjelaskan, faktor yang mengakibatkan seseorang mengalami gangguan jiwa dan stres di antaranya tidak tercapainya cita-cita serta sulitnya lapangan  pekerjaan, sehingga menimbulkan stres hingga berakibat fatal dan menjadi gila.

“Faktornya banyak sekali, rata-rata dari 731 orang itu, yang mengakibatkan mereka stres kadang karena cita-cita yang tak tercapai, dan ada juga karena tekanan akan sulitnya lapangan pekerjaan, sehingga mengakibatkan mereka itu stres,” katanya.

Afrizon menjelaskan, saat ini pihaknya terus berupaya memberikan pelayanan secara maksimal terhadap ODGJ tersebut seperti biaya berobat yang sudah bisa menggunakan BPJS Kesehatan. Selain itu, ada juga korban yang terpaksa dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) HB Saanin Padang.

“Program unggulan (progul) Bupati Eka Putra sekarang sudah banyak yang mengajak untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Ada program Satu Rumah Satu Hafiz, ada juga Subuh Berjamaah, hingga wirid bulanan bersama majelis taklim. Silakan masyarakat mengikuti itu semua, sehingga bisa memupuk keimanan dan mental kita menjadi lebih agamis dan dekat dengan tuhan,” katanya. (h/fzi)

Exit mobile version