Firman Hidayat menegaskan, Perda Tanah ulayat perlu disosialisasikan dengan masif dan berkelanjutan kepada para niniak mamak yang tergabung secara formal dan non formal di lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN), dan Badan Musyawarah Nagari (BPN).
“Strategi terjitu juga bisa dilakukan lewat institusi sekolah atau pendidikan. Sebaiknya pengetahuan soal tanah ulayat juga dijadikan sebagai salah satu muatan kurikulum sekolah,” ujarnya kepada Haluan Rabu (13/9).
Jika perlu, menurut Mantan Dekan Kehutanan UM Sumbar ini, pendidikan dan pengetahuan dasar soal tanah ulayat juga perlu dijadikan sebagai bahan pembekalan bagi para pengantin baru yang akan menikah. Hal ini, bertujuan agar seluruh masyarakat mengetahui dan memahami pokok-pokok penting yang termuat di dalam Perda Tanah Ulayat yang diharapkan akan menjadi semacam instrumen pelindung hak ulayat dari gempuran investasi dan penerbitan perizinan oleh pemerintah.
“Intinya, sosialisasi Perda tanah ulayat tidak boleh berhenti begitu saja, Kalau perlu perda itu disosialisasikan dalam setiap acara kenagarian yang berjalan di pemerintahan desa atau nagari,” kata dia.
Lebih lanjut, dalam kesempatan itu Firman Hidayat juga menyinggung soal konflik agraria penolakan Proyek Strategis Nasional (PSN) Air Bangis yang belakangan ini ramai-ramai ditolak oleh masyarakat terdampak.
Menurut Firman Hidayat, Polemik PSN Air Bangis yang disebut-sebut berbagai pihak muncul karena adanya kepentingan lain yang bermain dibalik Koperasi Serba Usaha (KSU) Air Bangis pemegang izin Perhutanan Sosial skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) cukup janggal.