Kepala DALH Walhi Sumbar Tommy Adam : Perda Tanah Ulayat Solusi Konflik Agraria Sumbar

Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar) menyebut ada tiga produk legislasi yang perlu segera dikebut pembahasannya oleh seluruh fraksi partai-partai yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar sebelum masa sidang berakhir dan mereka akan disibukkan dengan tahun politik.

Ketiga Ranperda itu diantaranya adalah Ranperda Tanah Ulayat, Perhutanan Sosial dan Perda Perubahan Tata Ruang Tata Wilayah (RT-RW). Pengesahan tiga Ranperda ini menjadi Perda, diharapkan  menjadi landasan hukum bagi penyelesaian konflik agraria yang terjadi di Sumbar.

Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam, mengatakan, pengesahan Perda Tanah Ulayat akan menjadi jalan masuk bagi Walhi untuk mengadvokasi lebih dalam konflik agraria yang pecah di sejumlah lahan ulayat eks HGU kelapa Sawit di Sumbar.

“Perda Tanah Ulayat bisa jadi pegangan penyelesaian konflik agraria antara PT KAMU, dan  PT Inang Sari dengan masyarakat di Nagari Lubuk Basung di Kabupaten Agam. Kedua PT kelapa sawit ini masih beroperasi meski HGU nya telah habis,” ujar Tommy kepada Haluan Rabu (13/9),

Tomi mengungkapkan, sebanyak 14 izin  Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit skala besar yang beroperasi di Sumbar akan segera berakhir pada rentang tahun 2018 hingga 2029 mendatang.

Momentum berakhirnya belasan HGU itu, mesti disongsong dengan penyiapan payung hukum pemulihan dan penyerahan kembali hak pengelolaan tanah ulayat eks HGU korporasi perusahaan kepada  Masyarakat Hukum Adat (MHA).

ia  meyakini, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tanah Ulayat yang saat ini proses penyusunannya tengah dikebut oleh DPRD Sumbar, bakal menjadi payung hukum bagi pemulihan hak penguasaan tanah ulayat masyarakat adat.

“Ranperda tanah ulayat mencantumkan frasa dan pasal-pasal yang menyatakan bahwa tanah ulayat eks HGU bakal dipulihkan dan diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat. Harapannya ada disana” ucap Tomi.

Setelah Ranperda tanah ulayat diketok palu, sikap dan langkah yang akan diambil pemerintah terhadap tanah-tanah ulayat Eks HGU yang selama ini menjadi sumber konflik agraria, juga patut dinantikan.

Apakah negara akan menyatakan tanah itu sebagai Tanah Objek Reforma Agraria , menjadikannya lahan Perhutanan Sosial atau bahkan langsung menjadikannya ulayat nagari.

“Walhi Sumbar menilai Perda tanah ulayat adalah instrumen hukum di daerah yang bisa melindungi dan menjadi acuan nasib masa depan pengelolaan tanah-tanah ulayat eks HGU perusahaan studi kasus PT KAMU di Kabupaten Agam,” jelas dia.

Ia menegaskan, Walhi Sumbar secara kelembagaan , nantinya akan mengawal ketat implementasi perda tanah ulayat di wilayah-wilayah konflik agraria Sumbar. Perjuangan Walhi adalah untuk mengembalikan pengelolaan tanah ulayat kepada masyarakat hukum adat

Lanjut Tomi sampaikan, Perda Perubahan Rancangan Tata Ruang Tata Wilayah (RT-RW) yang juga masih terus dibahas DPRD Sumbar, juga tidak kalah penting untuk dikawal dan dinantikan hasilnya.

Perda perubahan RTRW ini, mengatur soal pemanfaatan pulau kecil dan wilayah pesisir pantai Sumbar. Bagi Walhi, Perda ini penting untuk melindungi hamparan pantai indah wilayah pesisir dari aktivitas ekonomi ekstraktif besar-besaran yang akan merusak lingkungan dan mengancam potensi pariwisata

“Makanya kita sangat menanti pengesahan sejumlah Perda yang bisa memulihkan kembali tanah ulayat. Kita sangat berharap Perda ini bisa benar-benar melindungi dan mengembalikan tanah ulayat Sumbar yang saat ini diperkirakan hanya tinggal sekitar 30 persen lagi,” ujarnya. (h/fzi)

Exit mobile version