Padahal di banyak negara maju lainnya, sebut Bujang Rustam, aspek partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut ruang hidup, sangat dijunjung tinggi keberadaannya. “Misalnya saja ada sistem referendum, pengambilan keputusan iya atau tidak, sepakat atau tidak sepakat. Proses inilah yang absen di negara kita hari ini. Pemerintah seharusnya tidak bisa bertindak semaunya dan mengabaikan suara-suara masyarakat,” tutur dia.
Dalam konteks Sumbar dan masyarakat hukum adat Minangkabau, sambung dia, seharusnya proses urun rembuk dan musyawarah yang ada dalam falsafah adat, tali nan tigo sapilin itu berjalan. Namun nyatanya tidak, ini lah yang menyebabkan pecahnya konflik agraria di Nagari Air Bangis.
“Masyarakat hukum adat ini telah jauh sebelum indonesia merdeka. Maka sudah seharusnya negara lebih mementingkan kepentingan masyarakat daripada terus-terusan melindungi dan berpihak kepada investor,” pungkasnya. (h/fzi)