Minimnya anggaran yang bisa digunakan untuk menyelenggarakan pelatihan ini, menurut Nizam, juga cukup menyulitkan bagi Disnakertrans untuk menertibkan perusahaan-perusahaan nakal yang tidak mempunyai skala upah minimal sesuai dengan Upah Minimal Provinsi atau UMP.
“Makanya kebijakan saya untuk menaikkan UMP Sumbar sebesar 9,15 persen kemarin yang menjadi tertinggi di Indonesia itu, banyak ditentang para pengusaha atau cukup merugikan juga bahkan bagi Pemprov Sumbar sendiri yang cukup kesulitan membayar upah pekerja outsourcing ,” terang dia.
Birokrat senior Pemprov Sumbar ini mengutarakan, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Barat dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia saat ini, bahkan telah diakui kondusif oleh Polda Sumbar dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Namun dalam penindakan perusahaan nakal ini, diakui Nizam, dirinya kadang acap kali harus berada dalam posisi yang serba dilematis. Di satu sisi ia diharuskan untuk mengawasi perusahaan agar tidak merugikan para pekerja.
Namun di lain sisi, Disnakertrans Sumbar juga mesti bisa menjaga kondusifitas iklim investasi. “Jadi makanya selaku kepala dinas saya memang harus benar-benar berhati-hati dan mesti bijaksana dalam bertindak dan mengambil kebijakan,” tutur dia. (h/fzi)