Meski begitu, hingga sejauh ini Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota beserta jajaran masih belum mengetahui dimana lahan yang akan dilalui proyek pembangunan jalan tol yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) bagi Sumatera Barat ini.
Kondisi itu, menyebabkan pemerintah darah tidak bisa melakukan survei dan sosialisasi yang dimaksud. Akibatnya, masyarakat di lima nagari hingga saat ini masih belum mendapat informasi yang utuh dan perencanaan pembangunan jalan tol yang bakal melintasi daerah Sarilamak tersebut.
“Karena masih ada permasalahan, maka JICA selaku pengembang melirik jalur yang tidak akan melewati lima nagari itu. Jadi, rencana pembangunan jalan tol tidak akan melalui lima nagari yang melancarkan penolakan,” kata dia.
Sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN), lanjut Sultanul, pemilik jalan tol adalah Kementerian PUPR yang wajib didukung oleh seluruh elemen pemerintah di semua level tingkatan karena berkaitan dengan kepentingan khalayak ramai. “Kemudian istilah trase dalam pembangunan jalan tol, sebenarnya tidak ada, yang ada hanyalah pembangunan jalan tol stage II dan stage III,” kata dia menerangkan.
Lanjut ia sampaikan, sejauh ini pemerintah beserta JICA selaku kontraktor, masih sedang menyusun proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Disamping itu, pemerintah serta pihak berkepentingan juga tengah menyusun LARAP dan penentuan lokasi/[enlok (sebuah proses dan persyaratan yang harus dipenuhi) sebelum adanya pembangunan jalan tol.
Pembangunan jalan tol di Kabupaten Lima Puluh Kota, jelas dia, direncanakan akan berlangsung sepanjang 86 kilometer. Sementara titik-titik yang sebelumnya dinyatakan termasuk dalam kawasan pengerjaan stage I yang akan melintasi lima nagari itu akan ditinggalkan. “Artinya, pemerintah menghormati apa yang disampaikan oleh masyarakat kepada Komnas HAM. Permintaan pengalihan trase oleh masyarakat lima nagari dikabulkan,” ucapnya,