Tuntutan Masyarakat Adat Dikabulkan JICA, Trase Tol Seksi Payakumbuh-Pekanbaru Batal Lintasi 5 Nagari

Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI Sumbar, Sultanul Arifin

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Perjuangan ribuan masyarakat adat dari lima nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota yang menolak rencana kehadiran  jalan tol Padang-Pekanbaru trase I Pangkalan-Payakumbuh yang dikhawatirkan menggusur kampung mereka akhirnya berbuah manis. Japan International Cooperation Agency (JICA) selaku pihak yang telah ditunjuk pemerintah Indonesia untuk membangun jalan tol tersebut, akhirnya memutuskan mengalihkan trase mega proyek infrastruktur yang telah lama tertunda itu  ke tempat lain.

Keputusan itu keluar tidak lama usai Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol (Format) Lima Puluh Kota,  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Friend of Earth (FoE) Japan serta Japan Tropical Forest Action (Jatan) melancarkan aksi penolakan di Ibukota Tokyo serta  menyampaikan aspirasi masyarakat terdampak jalan tol kepada Presiden JICA Senin, 6 Februari 2023 lalu.

Berdasarkan surat Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia (RI) Nomor 112/PM.00.00/3.5/IX/.2023 yang diterima Haluan, Komnas HAM Perwakilan Sumatra Barat  menyatakan telah meninjau langsung situasi dan kondisi di Nagari Gurun, Lubuak Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, serta Taeh Baruah di Kabupaten Lima Puluh Kota.

“Selain turun langsung ke lapangan, Komnas HAM RI Perwakilan Sumbar juga telah turun ke lima nagari terdampak Jalan Tol Padang-Pekanbaru trase 1 Pangkalan-Payakumbuh bersama Bupati Lima Puluh Kota dan jajaran,” ujar Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI Sumbar, Sultanul Arifin kepada Haluan Kamis (21/9).

Sultanul Arifin menjelaskan, JICA selaku kontraktor pembangunan jalan tol tersebut telah merespon aduan masyarakat dari lima nagari terdampak dengan cukup arif dan bijaksana. Tanggal 10 Juli lalu, perwakilan PT JICA telah datang dan beraudiensi terkait dengan pembangunan tiga trase yang bakal melalui Kota Payakumbuh menuju daerah Pangkalan.

“Terkait dengan kampung yang padat penduduk, masyarakat waktu itu bersama pemerintahan nagari telah sepakat dengan catatan pemerintah mesti melakukan sosialisasi dan survei secara bersama-sama,” ucapnya.

Meski begitu, hingga sejauh ini Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota  beserta jajaran masih  belum mengetahui dimana lahan yang akan dilalui proyek pembangunan jalan tol yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) bagi Sumatera Barat ini.

Kondisi itu, menyebabkan pemerintah darah  tidak bisa melakukan survei dan sosialisasi yang dimaksud. Akibatnya, masyarakat di lima nagari hingga saat ini masih belum mendapat informasi yang utuh dan perencanaan pembangunan jalan tol yang bakal melintasi daerah Sarilamak tersebut.

“Karena masih ada permasalahan, maka JICA selaku  pengembang melirik jalur yang tidak akan melewati lima nagari itu. Jadi, rencana pembangunan jalan tol tidak akan melalui lima nagari yang melancarkan penolakan,” kata dia.

Sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN), lanjut Sultanul,  pemilik jalan tol  adalah Kementerian PUPR yang wajib didukung oleh  seluruh elemen pemerintah di semua level tingkatan karena berkaitan dengan kepentingan khalayak ramai. “Kemudian istilah trase dalam pembangunan jalan tol, sebenarnya tidak ada, yang ada hanyalah pembangunan jalan tol stage II dan stage III,” kata dia menerangkan.

Lanjut ia sampaikan, sejauh ini pemerintah beserta JICA selaku kontraktor, masih sedang menyusun proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Disamping itu, pemerintah serta pihak berkepentingan juga tengah  menyusun LARAP dan penentuan lokasi/[enlok (sebuah proses dan persyaratan yang harus dipenuhi) sebelum adanya pembangunan jalan tol.

Pembangunan jalan tol di Kabupaten Lima Puluh Kota, jelas dia, direncanakan akan berlangsung sepanjang 86 kilometer. Sementara titik-titik yang sebelumnya dinyatakan termasuk dalam kawasan pengerjaan stage I yang akan melintasi lima nagari itu akan ditinggalkan. “Artinya, pemerintah menghormati apa yang disampaikan oleh masyarakat kepada Komnas HAM. Permintaan pengalihan trase oleh masyarakat lima nagari dikabulkan,” ucapnya,

Sementara berkaitan dengan sosialisasi kepada masyarakat dan pemilik tanah yang akan dilalui oleh pengalihan trase itu, kata Sultanul, saat ini masih belum bisa dilakukan. Sebab sampai saat ini, pemerintah masih harus melengkapi segala persyaratan yang dibutuhkan sebelum melanjutkan kembali pengerjaan jalan tol tersebut.

“Nanti semuanya akan dipertimbangkan termasuk tercerabutnya soal kesukuan maupun adat istiadat yang melekat dengan masyarakat hukum adat yang akan dilalui proyek Jalan Tol di Kabupaten Lima Puluh Kota,” pungkasnya. (h/fzi)

Exit mobile version