PADANG, HARIANHALUAN.ID —Negara diminta untuk segera menuntaskan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di masa lalu dan menghentikan segala bentuk perampasan ruang hidup rakyat atas nama investasi.
Desakan tersebut berkumandang lantang pada gelaran peringatan September Hitam yang digelar para aktivis muda disekitaran kawasan Tugu Gempa, Belakang Tangsi, Kota Padang sejak Rabu 27 September sore hingga malam hari.
Salah satu kawanan September Hitam, Sarah Azmi mengatakan, September Hitam merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan sebagai pengingat bahwa negara masih punya PR besar soal sejumlah kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
“Mulai dari pembunuhan Munir, Marsinah, penghilangan paksa Widji Thukul dan sejumlah aktivis lainnya,” ujarnya kepada tim liputan Haluan di lokasi.
Menurut Sarah Azmi, alih-alih mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu itu, negara justru malah memperpanjang daftar panjang kasus pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Air tak terkecuali di Sumatra Barat.
“Sebut saja Konflik Agraria PSN Air Bangis Pasaman Barat, Konflik masyarakat adat dengan korporasi sawit di Nagari Bidar Alam Solok Selatan dan belasan konflik agraria lainnya di Sumbar,” terangnya.
“Sudahlah tidak menuntaskan, Negara dan perangkatnya malah menambah daftar panjang pelanggaran HAM berat di Sumatra Barat dan daerah lainnya,” tambahnya.
Senada dengan itu, salah seorang kawanan September Hitam lainnya, Muhammad Jalali menjelaskan, bulan September sangat identik dengan waktu kejadian rata-rata pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.
Atas dasar itu, kegiatan yang dikemas dalam bentuk diskusi, penampilan puisi, orasi, lapak baca dan kesenian lainnya ini, bertujuan untuk mengingatkan negara bahwa rakyat tidak lupa bahwa negara pernah menjadi pelaku pelanggar HAM dan tidak pernah ingin menuntaskannya.
“Ini adalah panggung bagi kita untuk menyuarakan suara, pikiran dan aspirasi rakyat terhadap Negara, pemerintah dan para pemegang kuasa,” pungkasnya. (*)