PADANG,HALUAN— Rektor Universitas Muhammad (UM) Natsir YARSI Bukittinggi, Afridian Wirahadi Ahmad SE, M,Sc. AK,CA menilai, kebijakan rasionalisasi anggaran yang diambil Pemprov Sumbar dalam menyikapi terjadinya defisit anggaran sekitar Rp623 Milliar, perlu dilakukan dengan cermat dan berhati-hati agar tidak mempengaruhi perekonomian masyarakat di daerah.
Menurut tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sumatra Barat ini, setiap kali terjadi defisit anggaran dan diputuskannya kebijakan rasionalisasi anggaran, pemerintah daerah hampir selalu fokus kepada pemangkasan biaya belanja barang, jasa dan modal.
“Padahal sebenarnya, komponen ini lah yang benar-benar memberikan efek ekonomi nyata bagi daerah. Sebab disana terjadi aktivitas belanja pemerintah kepada masyarakat,” ujarnya kepada Haluan Kamis (28/9).
Afridian Wirahadi Ahmad menjelaskan, efisiensi atau rasionalisasi anggaran yang dialami seluruh OPD jajaran Pemprov Sumbar saat ini, merupakan akibat dari tidak tercapainya target pendapatan daerah.
Kondisi itu, bisa jadi disebabkan oleh ketidakcermatan atau ketidakakuratan perhitungan penetapan target pendapatan daerah yang selanjutnya pasti akan menyebabkan capaian pungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak maksimal dan tidak sesuai dengan target yang diharapkan.
“Akhirnya banyak program dan kegiatan yang semula telah direncananakan bakal dilaksanakan, akan tertunda atau bahkan ditiadakan sama sekali,” ucapnya.
Ia mengatakan, postur keuangan hampir diseluruh lembaga pemerintahan daerah saat ini, sebagian besar memang tersedot habis bagi biaya operasional, dan belanja pegawai yang bahkan kadang kala malah melebihi besaran biaya belanja modal pembangunan infrastruktur.
Ditengah kondisi ini, alih-alih memangkas biaya belanja barang, jasa dan modal yang jelas-jelas telah terbukti berpengaruh secara nyata terhadap ekonomi masyarakat di daerah, alangkah baiknya jika pemerintah daerah melakukan efisiensi terhadap mata anggaran belanja pegawai.
“Makanya kita sangat ingin sekali mendengar adanya kebijakan efisiensi belanja pegawai. Misalnya saja , Gubernur mengumumkan pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai atau TPP. Ini baru menarik,” jelas dia.
Berkaitan dengan terus menurun dan kerap kali tidak tercapainya target penerimaan daerah bagi Provinsi Sumatra Barat sejak beberapa wajtu belakangan ini, Rektor UM Natsir Bukittinggi ini menyarankan agar pemerintah daerah menggenjot belanja modal daerah. Minimal sebesar 30 persen dari total keseluruhan APBD.
Dengan cara meningkatkan realisasi belanja modal melalui pembangunan infrastruktur fisik dasar seperti jembatan, jalan, saluran irigasi dan sebagainya ini, pemerintah daerah akan menerima manfaat belanja lebih dari 1 tahun anggaran.
“Strategi ini pun pada akhirnya akan menambah aset atau kekayaan pemerintah daerah meskipun juga akan menambah mata anggaran bersifat rutin dan berkelanjutan seperti misalnya biaya pemeliharaan,” tambah dia,
Namun pada sisi lain, lanjutnya, pemerintah daerah juga perlu memprioritaskan program-program yang bersifat kebutuhan ketimbang keinginan semata. Pemangku kebijakan juga harus berani menunda atau bahkan mencoret suatu program yang dianggap tidak berpengaruh signifikan terhadap pembangunan daerah.
“Sekalipun jika misalnya itu adalah program yang telah ada di RPJMD. Jika memang terjadi keterbatasan dana, hendaknya proyek itu ditunda dulu. Sebab bagaimanapun kita harus realistis dan fokus terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat,” terangnya.
Pada intinya, sebut Afridian Wirahadi Ahmad, pemerintah daerah mesti memikirkan bagaimana caranya agar target pembangunan yang bersifat Mandatory tetap dapat terlaksana namun dengan tetap mempertimbangkan kemampuan penganggaran daerah
“Itulah alasananya kenapa pilihan yang paling realistis adalah memangkas belanja pegawai. Sebab bagaimanapun, postur kepegawaian kita saat ini masih gemuk. Sementara kita tidak mampu mencari sumber pendapatan baru dan mencapai target yang telah ditetapkan,” pungkasnya. (*)