Selama berada di lingkungan NII, dirinya melihat dan merasakan ada keyakinan agama yang dianut golongan ini berbeda dan bersebrangan dengan negara, dengan menganuti ideologi Pancasila dan UUD.
“Mereka mudah mengkafirkan orang lain yang berada di luar kelompoknya. Penyimpangan lainnya, segi akidah, dalam memahami kafir, NII dulunya mudah mengkafirkan orang Islam. Termasuk polisi menjalankan UU sosial. Musuh kami penegak hukum,” ujarnya.
Penyimpangan kedua, dalam ibadah. Mereka melakukan salat berkamuflase dengan jemaah yang lain. Sebab, mereka tidak mewajibkan syariat, karena mereka berpatokan pada Madinah. Sementara Indonesia ini mereka anggap masih Mekkah.
“Jadi mereka berpatokan di sana. Sebab, saat Rosulullah dulu waktu di Mekkah fasenya dakwah. Ketika nabi di Madinah negara Islam sudah terbentuk baru diberlakukan syariat. Itulah pedoman mereka,” ujarnya.
Terakhir Dafrizal mengatakan, ketika dirinya sadar akan penyimpangan dari NII, ketika kelompok tersebut menganggap di luar kelompok mereka adalah kafir. Sementara waktu itu, orangtuanya bukan bagian dari kelompok tersebut.
“Ketika mereka menganggap orang itu kafir, darahnya halal dan hartanya bisa dicuri. Dari sana saya tersentak kalau ajaran ini salah dan kembali bertaubat,” ujarnya.
“Untuk itu, kami mengimbau mari kita jaga keutuhan negara kita, mari kita doakan pemimpin pemimpin kita,” tuturnya. (*)