Mengejar Sumber Dana Penyelamatan DAS Kampar

DAS Kampar

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Kerusakan ekologis yang terjadi secara masif di  Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar telah terbukti merusak siklus hidrologis serta mempengaruhi ketersediaan suplai air pemutar turbin-turbin raksasa pembangkit listrik di PLTA Koto Panjang. Ancaman krisis energi listrik yang selalu membayangi Sumbar dan Riau ini perlu disikapi secara serius dengan cara melakukan rehabilitasi areal tangkapan air atau catchment area di bagian hulu DAS Kampar yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Pasaman.

Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, mengatakan, dirinya bersama Forum Daerah Aliran Sungai (DAS)  Sumbar telah membahas kondisi hulu DAS Kampar serta  ancamannya bagi ketahanan energi listrik masa depan  Sumbar dan  Riau yang dipasok oleh  PLTA Koto Panjang.

“Ketika bertemu dengan Forum DAS Sumbar, kita membicarakan tentang dana Imbal Jasa Lingkungan atau IJL. Yaitu tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan selain CSR,” ujarnya ditemui Haluan di Masjid Kantor Gubernur Sumbar Jumat, pekan lalu.

Menurut Gubernur Mahyeldi, Forum DAS Sumbar melihat sejumlah sumber pendanaan yang berpeluang dapat  digunakan untuk melaksanakan program rehabilitasi kerusakan lahan kritis dan tutupan lahan di daerah bagian hulu DAS Kampar . Pendanaan itu, berbentuk kewajiban perusahaan membayarkan dana Imbal Jasa Lingkungan (IJL) dan Pajak Air Permukaan  kepada negara setiap tahunnya. Sayangnya selama ini, dana itu ternyata  hanya dinikmati oleh provinsi tetangga yang menjadi muara dari air yang bersumber dari hulu DAS Kampar.

“Pajak air permukaan pun jatuhnya hanya  ke Riau, Sumbar tidak menerima. Karena ada peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa pajak itu dibayarkan  dimana air itu berada. Namun itu kurang logis karena justru air ada karena adanya DAS. Inilah yang sedang kita diskusikan dengan forum DAS Sumbar,” papar Gubernur Mahyeldi.

Program Perhutanan Sosial

Mahyeldi menambahkan, Pemprov Sumbar bersama Forum DAS, akan segera melakukan langkah-langkah yang diperlukan. Termasuk akan melakukan audiensi bersama PT PLN Persero di kantor pusat mereka di Pekanbaru.

Keseriusan Pemprov Sumbat untuk mengejar sumber pendanaan yang bisa digunakan untuk pemulihan hulu DAS Kampar ini,   tidak terlepas dari kenyataan bahwa 81 persen wilayah administratif Sumbar termasuk ke dalam wilayah hutan dan dilalui oleh banyak sekali anak sungai.

Gubernur  meyakini, apabila Sumbar bisa mendapatkan juga dana Imbas Jasa Lingkungan (IJL) penggunaan sumber daya air hulu DAS Kampar seperti halnya yang dinikmati Pemprov Riau dari PLN selama ini , dana itu akan difokuskan untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan kritis berbasiskan partisipasi masyarakat seperti halnya yang telah dilakukan pada program Perhutanan Sosial.

“Sehingga dari perhutanan sosial itu, masyarakat yang berada di sekitar hutan bisa kita back up menggiatkan kegiatan wisata, kemudian kita arahkan menanam tanaman-tanaman buah produktif untuk meningkatkan perekonomian mereka,” jelasnya.

Mahyeldi mengatakan, Sumbar telah termasuk  kedalam Provinsi yang paling besar dan berhasil dalam meningkatkan perekonomian masyarakat lewat program Perhutanan Sosial.

Program itu, bertujuan untuk melindungi dan memberdayakan  masyarakat yang bermukim  di dalam maupun  sekitar kawasan hutan. Tujuan akhirnya adalah agar mereka bisa  ikut menjaga kelestarian hutan sembari meningkatkan perekonomian mereka.

“Terkait dengan DAS Kampar ini sudah kita komunikasikan, makanya sekarang Forum DAS akan  bergerak untuk itu. Saat ini adalah bagaimana caranya kita bisa bergerak bersama untuk mewujudkan penyelamatan DAS Kampar dan PLTA Koto Panjang,” tutup Gubernur.

Siapkan Sejumlah Langkah

Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar mengaku telah menerima informasi terkait dengan kerusakan ekologis masif yang terjadi di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar. Sejumlah langkah dan tindakan pun telah dilakukan untuk menahan laju deforestasi dan alih fungsi lahan yang massif terjadi di kawasan itu.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar, Yozarwardi Usama Putra mengaku, dirinya cukup prihatin melihat kerusakan ekologis yang terjadi di daerah tangkapan air atau Catchment Area hulu DAS Kampar saat ini.

“Areal hulu DAS Kampar perlu diperbaiki untuk memastikan air hujan yang turun bisa terserap dan dialirkan kembali ke anak-anak sungai. Sampai saat ini kita masih melakukan upaya perlindungan di daerah hutan yang menjadi hulu sungai,” ujarnya kepada Haluan Rabu (1/11).

Yozarwardi menjelaskan, Dinas Kehutanan Sumbar terus menggencarkan patroli penjagaan di kawasan-kawasan hutan yang menjadi daerah hulu sungai. Penjagaan itu, dikolaborasikan dengan pengawasan dan pemberdayaan masyarakat setempat berbasis program perhutanan sosial.

“Jika memang kondisi lahannya sudah kritis dan tidak lagi produktif, kita akan melaksanakan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan atau RHL serta menanam pohon-pohon yang bernilai ekonomis dan produktif,” katanya.

Kadishut menyampaikan, DAS Kampar memang menjadi salah satu daerah aliran sungai di Sumbar yang telah terpantau mengalami kerusakan dan degradasi lingkungan secara massif. Namun upaya RHL, masih sering terkendala dengan ketiadaan anggaran yang mencukupi.

Nah, selama ini pajak air permukaan itu, hanya diberikan ke Riau. Sumbar tidak dapat karena hitungannya, pajak itu dibayarkan di daerah tempat pintu air masuk,” ungkapnya.

Menurut Yozarwardi, kondisi ini cukup memprihatinkan. Sebab pada kenyataannya, Provinsi  Sumbar lah yang selama ini banyak melakukan tanggung jawab dalam hal menjaga kelestarian hutan yang mempengaruhi siklus hidrologis pemutar turbin pembangkit PLTA Koto Panjang.

Ia menjelaskan, DAS Kampar mengalir melintasi Provinsi Sumbar dan Riau. Spot Genangan air dan areal tangkapan air atau Catchment Area DAS Kampar, rata-rata berada didalam wilayah administratif Sumbar.

“Kita yang menjaga hutan malah kita yang tidak dapat.  Seharusnya mereka ada dana kegiatan yang digunakan untuk menjaga kelestarian hutan disana dan membiayai rehabilitasi untuk memastikan keberlanjutan energi listrik di PLTA Koto Panjang ,” ujarnya. 

Ia menambahkan, dirinya mendukung langkah Forum DAS Sumbar yang telah menginisiasi forum pertemuan dengan pihak PT PLN Persero selaku perusahaan negara yang mengurusi bidang energi untuk membicarakan IJL bagi Sumbar.

Sebab menurut dia, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, setiap perusahaan yang menikmati sumber daya ketersediaan air mempunyai kewajiban untuk membayarkan dana IJL yang akan dipergunakan untuk melangsungkan program-program rehabilitasi dan konservasi.

“Kita mendukung dan mengapresiasi Forum DAS selaku elemen masyarakat yang peduli terhadap keberlangsungan lingkungan hidup dan ketersediaan energi listrik. Kondisi ini memang perlu menjadi perhatian bagi kita bersama,” tutupnya.

Pemprov Harus Follow Up

Ketua DPRD Sumbar, Supardi mengatakan bicara Pajak Air Permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang, secara aturan Sumbar memang tidak punya hak untuk mendapatkannya.

Namun demikian, dari hasil konsultasi yang telah dilakukan DPRD dan pihak pemerintah daerah ke Kemendagri dan Kementerian Keuangan Tahun 2022 lalu, sudah ada kesepakatan dari pemerintah pusat memberikan kompensasi dalam bentuk lain untuk Sumbar.

“Dari beberapa kali konsultasi yang kita lakukan, terakhir sudah ada kesepakatan antara Kemendagri dan Kementerian Keuangan untuk memberikan kontribusi PAP kepada kita dalam bentuk lain. Makanya kita imbau kepada Pemprov untuk kembali mem-follow up, menagih janji pemerintah pusat tersebut,” ujar Supardi saat diwawancarai Haluan baru-baru ini.

Ditegaskan Supardi, Pemprov harus menagih apa bentuk kompensasi yang akan diberikan. Sebab walau bagaimanapun, PLTA Koto Panjang sumber airnya berasal dari wilayah Sumbar.

Jika bahagian hulu yang menjadi sumber air rusak, kemudian tidak ada pembenahan, kata dia, yang akan rugi tentu PLTA Koto Panjang. Sementara dari informasi pihak PLN  telah terjadi penurunan debit air yang cukup signifikan setiap tahunnya.

“Jika tiap tahun terjadi penurunan debit, sementara tak ada antisipasi dari hulu, bisa kosong dong PLTA ini. Untuk menjaga kelestarian air itulah pusat bersepakat memberikan kontribusi dalam bentuk lain sebagai ganti PAP untuk Sumbar. Sudah dua tahun itu, tapi sampai sekarang masih belum tereksekusi, Pemprov harusnya semangat untuk menagihnya,” tukas Supardi. (h/len/fzi)

Exit mobile version