Ketika Tukang Pungut Kena Pungut, Korupsi Rp5 Miliar di Bapenda Sumbar kini Makin Terkuak

PADANG,HARIAN HALUAN.ID — Sumber dana yang dimintai setoran oleh pejabat Bapenda Sumbar dan kini menjadi kasus, berasal dari insentif upah pungut pajak yang dulu bernama upah pungut saja. Sebanyak 18 UPTD Samsat di kota/kabupaten di Sumbar plus satu UPTD Sistem Informasi, adalah instansi yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak di daerah. 

Sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta PP Nomor 69 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, instansi yang melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

Pemberian insentif bertujuan untuk meningkatkan kinerja instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi, semangat kerja bagi pejabat atau pegawai instansi, meningkatkan pendapatan daerah dan pelayanan kepada masyarakat.

Merujuk kepada Pergub Nomor 60 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Pemberian Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selain instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi, insentif secara proporsional juga dibayarkan kepada gubernur dan wakil gubernur sebagai penanggung jawab pengelolaan keuangan daerah, sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah, pejabat dan pegawai instansi pelaksana pemungut sesuai tanggung jawab masing-masing dan pihak lain yang membantu instansi pelaksana pemungut.

Pemberian insentif dibayarkan setiap triwulan pada awal triwulan berikutnya. Besaran insentif ditetapkan paling tinggi 3 persen dari rencana penerimaan pajak dan retribusi dalam tahun anggaran berkenaan untuk setiap jenis pajak dan retribusi.

Jadi sumber dana yang masuk ke kantong pejabat Bapenda Sumbar itu berasal dari insentif yang didapat 18 UPTD Samsat dan UPTD Sistem Informasi selaku instansi pemungut pajak daerah.

“Setelah masuk ke rekening masing-masing jajaran UPTD, lalu dengan jumlah yang bervariasi antara 4, 5, 7 dan 12 juta disetor ke pejabat Bapenda Sumbar. Ini sama artinya, tukang pungut kena pungut, haha…,” kata sumber Haluan.

Bedanya, yang satu memungut sesuai aturan, sementara yang masuk ke pejabat Bapenda Sumbar, pungutannya melanggar aturan . 

Praktik Pungli

Aktivis anti korupsi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Diki Rafiqi menilai, kasus pejabat Bapenda Sumbar, ini tidak ubahnya dengan praktik pungli dan  premanisme.

Agar kasus ini tidak menjadi bola liar yang berpotensi menggerus kepercayaan masyarakat pembayar pajak di Sumbar, perkara ini harus diungkap dan dibuka seterang-terangnya kepada publik tanpa ada satupun hal  yang ditutup-tutupi. 

Nah, tindakan yang dilakukan saat ini (pemeriksaan oleh Inspektorat-red) masih kurang. Harusnya dilakukan tindakan yang lebih jauh dan serius lagi dengan memakai undang-undang tindak pidana korupsi. Apalagi ini bukanlah persoalan pelanggaran etik dan disiplin ASN biasa saja,” ujar Diki kepada Haluan, Rabu (29/11).

Menurut Diki, dalam menangani kasus yang dikhawatirkan akan ikut berimbas terhadap kepercayaan dan ketaatan masyarakat membayar pajak ini, Inspektorat Sumbar harus berfokus kepada upaya pemulihan kerugian negara serta mendalami unsur tindak pidana korupsi yang terdapat pada kasus ini.

Namun begitu, proses  penegakan hukum kasus korupsinya, harus dipastikan tetap berjalan dan tidak boleh dibiarkan hilang dan terhenti begitu saja hanya  dengan penindakan secara etik oleh Inspektorat Sumbar.

“Menurut saya ada hal yang menjadi problem di lingkungan aparatur negara Pemprov Sumbar belakangan ini. Ada beberapa dugaan korupsi yang dilakukan oleh ASN Pemprov Sumbar. Kasus Bapenda ini adalah kasus terbaru. Artinya, Pemprov harus berubah dan memiliki visi ke depan soal pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Aktivis LBH Padang ini mengingatkan, Inspektorat Sumbar adalah lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap berbagai aspek pelaksanaan tugas fungsi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkungan Pemprov Sumbar. 

Atas dasar itu,  Inspektorat Sumbar harus benar-benar menyadari bahwa skandal yang terjadi di Bapenda Sumbar merupakan kasus yang menyangkut dengan kepentingan publik dan para pembayar pajak.

Karena posisinya yang begitu krusial dan penting bagi pengawasan roda pemerintahan ini,  jawaban Inspektorat Sumbar yang menyatakan bahwa mereka hanya bisa membuka duduk perkara kasus ini kepada pihak yang memberi perintah, sejatinya tidak dapat dibenarkan dan justru terkesan sebagai jawaban normatif saja.  

“Inspektorat selaku pengawas, seharusnya bisa bekerja lebih jauh dan serius  lagi. Jika memang Inspektorat serius dan berkomitmen memberantas korupsi maka, sebaiknya Inspektorat mengumpulkan dan segera mengumumkan informasi terkait pemeriksaan  kasus ini kepada publik,” katanya.

Bahkan lebih jauh lagi, sambung Diki, Inspektorat selaku pengawas kinerja lembaga daerah serta perilaku  para aparatur sipil negara, juga berwenang dan sangat dimungkinkan untuk menggandeng aparat penegak hukum lainnya dalam penanganan kasus-kasus korupsi semacam ini, . 

“Jadi, kalau jawabannya duduk perkara ini hanya bisa dilaporkan kepada Gubernur, itu sama saja menandakan bahwa Inspektorat adalah pesuruh Gubernur, Ini merendahkan martabat Inspektorat sendiri. Sebab seharusnya, Inspektorat adalah  Watchdog  yang mengawasi kerja-kerja dari  Gubernur setiap waktu,” ucapnya.(h/fzi/ze)

Exit mobile version