Caleg Gagal akan Berpotensi Alami Gangguan Kejiwaan

Illustrasi Caleg Gagal. NET

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, calon legislatif diminta tak hanya bersemangat untuk bersaing, namun juga mempersiapkan kesehatan mental ketika kalah. Pasalnya,  kondisi stres, kekecewaan, marah, sedih bisa terjadi saat Caleg mengalami kegagalan dalam kontestasi politik pada pemilu mendatang. Di sisi lain, RS. Jiwa Prof. HB Saanin, pun telah menyiapkan fasilitas untuk mengantisipasi potensi gangguan kejiwaan ini.

Psikolog Klinis, Alfi Rahmadini menanggapi kondisi stres yang bisa terjadi saat calon legislatif (caleg) mengalami kegagalan dalam kontestasi politik pada pemilu mendatang.

Sebelumnya Alumni Psikologi Unand dan UGM ini menjelaskan stres merupakan reaksi secara fisik atau emosional (mental / psikis) ketika ada perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang menyesuaikan diri.  “Stres itu merupakan bentuk respon yang wajar terjadi ketika bertambahnya tekanan dalam hidup,” ucapnya, Selasa (12/12). 

Dijelaskan nya tanda seseorang sedang stres bisa diketahui dari respon fisik, kognitif dan sosial/perilaku/emosinya. “Secara fisik seperti merasa lemah, pusing, tidak berdaya, susah tidur, mudah sakit perut, diare atau sembelit dan mudah lelah, ” tuturnya. 

Sedangkan secara kognitif seseorang akan sulit konsentrasi, cendrung berpandangan negatif, merasa kewalahan melakukan sesuatu. Kemudian secara perilaku/emosi seperti perubahan makan (banyak makan atau tidak nafsu makan), menarik diri dari pergaulan, merasa takut, suka mengeluh, mudah menangis, berbohong, mudah marah dan diam. 

Hal itu juga diungkapkan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa dr Lahargo Kembaren, SpKJ. Menurutnya, kasus masalah kesehatan mental cenderung meningkat pasca momen pemilihan calon legislatif. Tak hanya pada orang-orang yang gagal terpilih, melainkan juga pada keluarga dan pendukung calon yang bersangkutan.

“After Pemilu masalah kesehatan jiwa itu ada. Meningkat dari yang pertama kalau dia gagal ada, dia mengeluarkan banyak uang, mungkin materi tidak berhasil, ekspektasi tidak terpenuhi sehingga mengalami gangguan cemas. Gangguan tidur, kecemasan, kemudian panik, ada depresi, stres itu bisa terjadi,” ungkapnya dalam diskusi pada Jumat.

“Sehingga penanganan sederhana, pengobatan ringan, atau obat-obat yang membantu tidur atau psikoterapi sehingga dia bisa curhat, itu cukup membantu. Tetapi ternyata bukan cuma calonnya saja. Tim suksesnua, keluarganya, itu ada juga,” ujarnya dikutip dari detikhealt.

Menurutnya, baik calon maupun pendukung yang kemudian mengalami gangguan mental pasca kegagalan ini mungkin terlibat secara emosional terlalu dalam. Jangankan pada orang yang memberikan dukungan secara langsung, orang yang terpapar konten media sosial pun bisa mengalami kondisi serupa jika mental dan fisiknya ‘terkuras’ pasca kegagalan tersebut.

“Saya dapati pada pasien-pasien lansia. Menarik berita politik buat mereka. Bisa nonton sampai malam, tau-tau kurang tidur, kurang minum, itu mempengaruhi. Hal-hal sederhana yang terganggu pada lansia, itu bisa mengganggu kondisi mental,” pungkas dr Lahargo.

Lebih lanjut menurutnya, tidak ada penanganan khusus di rumah sakit untuk orang-orang yang mengalami gangguan mental pasca kegagalan di Pemilu. Pun ‘trigger’-nya memang Pemilu, pasien bisa diberi pengobatan atau psikoterapi. Sedangkan untuk perawatan, bisa diberikan jika ada indikasi seseorang melakukan perilaku yang membahayakan untuk diri sendiri dan orang lain.

Ditambahkan Alfi, ada beberapa tips bagaimana caleg seharusnya merespon  agar tidak berujung stres yang memicu gangguan kejiwaan. Pertama, sadari dan akui bahwa ada sesuatu yang terjadi. Kemudian rehat, tenang, dan menata perasaan atau hati.

“Bisa dengan istirahat yang cukup, cerita kepada orang lain, perbanyak ibadah dan berdoa, menemukan kembali tujuan dan niar agar kembali semangat, positive thingking dan bersyukur hingga melakukan relaksasi,” katanya

Selanjutnya kata Psikolog asli Batusangkar ini, temukan sebabnya. Formulasikan solusi dan tetap tawakal.  Jangan lupa menyibukkan diri dengan kegiatan positif. Menjaga pola Hidup sehat, belajar dan olahraga. “Tidak kalah penting cari bantuan bisa ke orang terdekat yang dipercaya, guru, teman, hingga bantuan profesional psikolog dan konselor,” katanya. (h/yes)

Exit mobile version