Diduga Mark Up Rp5,7 Miliar, DPRD Kabupaten Solok Dikepung Ribuan Massa

Seorang pengunjuk rasa berorasi di depan kantor DPRD Kabupaten Solok yang dijaga oleh 380 personel Polri pada Kamis (28/12). Mereka menuntut anggota DPRD Kabupaten Solok minta maaf karena dianggap ‘maling’ uang rakyat dengan ditemukannya mark up dan fiktif oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Sumbar dengan nilai Rp5,7 miliar. RIVO SEPTI ANDRIES

SOLOK, HARIANHALUAN.ID Ribuan masyarakat dari lintas nagari di Kabupaten Solok mengepung kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok pada Kamis (28/12). Mereka meminta wakil rakyat tersebut meminta maaf karena sudah diduga ‘maling’ uang rakyat. Tak hanya itu, massa juga meminta anggota dewan yang dianggap mencuri uang rakyat untuk segera tobat dari perilaku korupsi.

“Mereka maling uang kami. Seharusnya bisa kami nikmati untuk pembangunan. Untuk itu kami meminta mereka anggota DPRD yang kami pilih, untuk segera meminta maaf kepada kami masyarakat dan bertobat. Jika permintaan ini tidak disikapi maka kami akan melakukan aksi yang lebih besar dari ini,” ucap Koordinator Umum (Kordum) aksi, Arisvan Bachtiar.

Ia mengatakan, korupsi yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPRD tersebut sudah berlangsung setiap tahunnya. Bahkan, pada 2022 bertambah besar mencapai Rp5,7 miliar. Temuan itu terbagi menjadi dua yakni mark up dan fiktif. “Setiap tahunnya semakin besar. Ini bukan soal mereka mau mengembalikan atau tidak, tetapi soal perilaku yang dilakukan berulang-ulang kali. Ini jelas maling. Kami menyesal memilih mereka, untuk ke depan kami tak akan memilih mereka lagi,” ujarnya.

Diungkapkannya, mereka datang murni dari solidaritas anak nagari yang terenyuh mengetahui uang rakyat yang dimakan oleh anggota DPRD dan ketahuan oleh BPK dengan nilai fantastis. “Kami malu memilih mereka. Andai saja BPK tidak memeriksa mereka terus menggerogotinya. Mungkin tuhan menunjukkannya, sehingga kami jadi tahu uang kami dimakan oleh mereka,” tuturnya.

Ia juga menjelaskan, jika uang Rp5,7 miliar itu diberikan kepada masyarakat dari Tigo Lurah dan daerah lainnya untuk pembangunan, dapat dipastikan sudah bisa membangun infrastruktur nagari seperti jalan, irigasi dan lainnya. “Bayangkan, Rp5,7 miliar kalau kita bangun jalan di Tigo Lurah masyarakat kami sudah pasti bahagia. Jalan-jalan dibangun, irigasi dibangun, sekolah dan layanan kesehatan. Tapi ada daya,mereka yang kami amanahkan justru mencuri uang rakyat,” ucapnya.

Disampaikannya, ada delapan tuntutan massa kepada anggota DPRD yakni, pertama, menuntut DPRD Kabupaten Solok untuk mendorong penegakan hukum secara menyeluruh. Kedua, menolak segala bentuk sikap DPRD yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya saja. Ketiga, mengutuk keras anggota DPRD Kabupaten Solok yang maling uang rakyat. Keempat, mengutuk oknum anggota DPRD Kabupaten Solok yang berkata kotor di depan publik

Berikutnya, mengecam DPRD Kabupaten Solok yang melakukan pembodohan terhadap rakyat. Keenam, meminta DPRD Kabupaten Solok tegak lurus dengan tupoksinya sebagai pemegang amanah rakyat. Ketujuh, mendesak kepada seluruh anggota DPRD Kabupaten Solok agar  segera memulangkan seluruh uang rakyat yang menjadi temuan hasil BPK RI kembali ke APBD. Dan terakhir, mendesak DPRD Kabupaten Solok untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Kabupaten Solok, sebab dari hasil audit BPK RI Perwakilan Sumatera Barat atas perbuatan fiktif dan mark up yang mengakibatkan hilangnya uang rakyat Kabupaten Solok senilai Rp5,7 miliar.

Massa yang datang dari 74 nagari di Kabupaten Solok itu memulai aksi pada Tugu Ayam di depan kantor bupati. Hujan deras tidak menghalangi mereka melakukan tuntutannya. Penuhnya massa membuat pihak kepolisian menutup ruas jalan lintas yang menghubungkan Padang dengan Solok itu. Arus lalu lintas terpaksa dialihkan ke jalan baru. Bahkan aparat kepolisian ikut didatangkan dari Polda Sumbar dan Brimob.

Massa yang dihadiri oleh ninik mamak, dan tokoh masyarakat itu awalnya meminta anggota DPRD yang hadir untuk menemui masa. Tetapi aksi mereka dicegat oleh barisan polisi berpakaian lengkap dan tameng.

Salah seorang anggota DPRD, Dodi Hendra, sempat menemui massa dan siap menerima massa dengan menyampaikan aspirasinya. “Saya pribadi siap menerima bapak-ibu. Tapi soal anggota DPRD saya tidak punya wewenang memanggilnya. Dan kita hormati hak politiknya,” kata Dodi.

Namun, setelah terjadi diskusi, beberapa orang anggota DPRD lainnya ikut hadir menemui massa. Situasi sempat tegang karena massa tidak terima ucapan salah seorang anggota DPRD.  Massa pun hendak mengejar anggota tersebut sehingga berhasil diamankan oleh polisi.

Massa akhirnya bubar setelah memasang spanduk yang tentang korupsi di DPRD Kabupaten Solok. Mereka juga berjanji akan kembali melakukan unjuk rasa jika tuntutannya tidak dipenuhi.

Pengamanan

Kapolres Solok, AKBP Muari, mengatakan, aksi unjuk rasa yang terjadi berjalan dengan sesuai kesepakatan dan informasi yang diberikan oleh massa. “Mereka mentaati itu semua. Jadi, semua berjalan lancar dan kami apresiasi karena tidak ada yang anarkis dalam penyampaian aspirasi,” ujarnya.

Untuk pengamanan dikatakannya, total ada 380 personel yang terdiri dari 180 dari Polres Solok, 100 dari Sabhara Polda Sumbar dan 100 dari Brimob. Diungkapkan Muari, semua masyarakat berhak menyampaikan pendapatnya sesuai dengan undang-undang yang ada. Namun, kata Muari yang tidak boleh diantaranya tidak memberi pemberitahuan, tidak melewati jam yang sudah ditentukan yakni pukul 18.00 WIB. Selanjutnya, tidak berlaku anarkis.

Kejari Solok

Sebelumnya, pada Juli 2023 pihak kejaksaan memanggil sejumlah anggota DPRD yang namanya masuk dalam hasil pemeriksaan BPK.  Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri Solok, Yondra Permana, pada saat itu mengatakan, pemanggilan tersebut merupakan yang pertama terkait dengan laporan hasil BPK.

“Itu baru pemanggilan pertama. Ada 20 orang yang datang. Mereka ini yang belum menindaklanjuti hasil temuan BPK atau belum mengembalikan uang Negara itu,” ucapnya.

Ia menambahkan akan melakukan pemanggilan kedua kepada anggota DPRD yang belum mengembalikan. “Jika belum juga mengembalikan akan kami sesuaikan dengan regulasi (dasar hukum) yang ada,” kata Yondra

Ia menjelaskan, kejaksaan bisa melakukan tahapan perdata, pidana khusus atau penindakan kalau ditemukan unsur tindak pidana.  Seperti diketahui, dalam MoU Kejaksaan dengan Polri dan Kemendagri, nomor 100.4.7/437/SJ, nomor 1 tahun 2023,nomor NK/1/1/2023 Tentang Koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Laporan Atau Pengaduan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,dijelaskan pada pasal 5 apabila dalam enam puluh (60) hari tidak dapat diselesaikan indikasi kerugian Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Para pihak (penegak hukum) menindaklanjuti indikasi kerugian Negara dimaksud secara pidana.

Salah seorang anggota DPRD Kabupaten Solok yang enggan namanya ditulis mengakui adanya temuan BPK tersebut. Namun ia sudah mengembalikannya. “Itu benar, tapi saya sudah mengembalikannya. Dan infonya masih ada yang belum mengembalikan. Bahkan ada teman yang harus menggadaikan mobilnya untuk mengembalikan uang rakyat itu,” ucapnya. (h/rvo)

Exit mobile version