Rugikan Negara Rp5 Miliar, Kasus Bapenda Harus Diusut dengan Terbuka

Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Upaya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengajukan permintaan informasi publik terkait hasil pemeriksaan internal yang telah dilakukan terhadap pejabat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp5 miliar terbentur. Pasalnya,  permintaan keterbukaan informasi tersebut malah tidak digubris serta terkesan ditutup-tutupi oleh Inspektorat Daerah Sumbar. Sementara itu, Pemprov Sumbar menyebut kalau informasi yang diminta LBH masuk ke ranah informasi dikecualikan.

Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi, mengatakan, pihaknya telah melakukan monitoring penegakan hukum atas dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang dilakukan Pejabat Bapenda Sumbar yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp5 miliar. LBH Padang pun telah mengajukan permintaan informasi publik terkait hasil pemeriksaan internal yang telah dilakukan terhadap pejabat Bapenda tersebut. Namun sayangnya, permintaan itu tak digubris.

LBH Padang pun menyayangkan sikap tidak kooperatif yang ditunjukkan Inspektorat Sumbar dalam menyikapi permintaan keterbukaan informasi publik yang diajukan oleh LBH Padang tersebut. “Kita tentu sangat kecewa dan menyayangkan tidak kooperatifnya Inspektorat Sumbar dalam kasus Bapenda ini. Apalagi informasinya, hasil pemeriksaan kasus ini telah diserahkan kepada Gubernur Sumbar dan juga Sekda selaku Ketua Majelis Pertimbangan Pegawai (MPP),” ujarnya kepada Haluan Selasa (2/1).

Diki Rafiqi menjelaskan, pada tanggal 19 Desember lalu, pihaknya telah  menyurati langsung  Inspektorat Sumbar dan BPK Sumbar. Langkah itu  dilakukan  guna meminta informasi berupa  Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Sumbar atas dugaan penyelewengan dana Rp5 miliar oleh Pejabat Bapenda Sumbar.

“Kepada BPK Sumbar, kita juga meminta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan Sumbar dari tahun 2021 dan tahun 2022. Laporan pemeriksaan itu penting diketahui publik  untuk memastikan adanya penegakan hukum serta pengembalian kerugian negara yang telah ditimbulkan oleh kasus ini,” ujarnya.

Namun sayangnya, lanjut Diki, pada tanggal 28 Desember kemarin, Inspektorat Sumbar lewat sepucuk surat resmi,  telah menyatakan menolak permohonan informasi publik yang diajukan LBH Padang  dengan alasan informasi tersebut termasuk kepada jenis informasi yang dikecualikan.

“Padahal informasi publik itu terkait dengan laporan hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan  pengawasan uang publik atau uang rakyat oleh lembaga pengawas. Bagaimana mungkin rakyat yang ingin tahu terkait penggunaan uangnya sendiri malah dihalangi oleh inspektorat sumbar?” keluhnya.

Diki juga memastikan, LBH Padang  tidak akan tinggal diam dengan adanya jawaban Inspektorat Sumbar yang menyatakan bahwa informasi terkait kasus ini bersifat informasi yang dikecualikan dari publik.

“Kita akan pastikan permintaan informasi publik ini akan berlanjut kepada Sidang Sengketa Informasi di Komisi Informasi (KI) Sumbar. Sebab bagaimanapun, kasus ini terkait dengan adanya dugaan kerugian negara sebanyak Rp5 miliar yang harus dipertanggungjawabkan negara kepada rakyat,” ungkapnya.

Ia menambahkan, hak masyarakat untuk mendapatkan informasi publik yang utuh dan transparan terkait pengelolaan pajak, sejatinya adalah salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah diatur dalam Undang-Undang  (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Atas dasar itu,  menurutnya seharusnya tidak ada alasan bagi Inspektorat Sumbar untuk tidak mengungkapkan hasil pemeriksaan kasus ini kepada masyarakat pembayar pajak di Sumbar.

“Selaku koordinator divisi advokasi LBH Padang , saya mendesak adanya proses hukum oleh kepolisian atau kejaksaan terkait dugaan korupsi. Hal ini tak bisa diselesaikan melalui mekanisme etik saja. Kami  mendesak ketegasan dari Gubernur Sumbar untuk memberikan hak atas informasi publik kepada rakyat dalam kasus ini,” ucapnya.

Ia juga menilai, ketidak kooperatifan Inspektorat Sumbar, secara tidak langsung juga mengindikasikan lemahnya Political Will Gubernur Sumbar selaku Kepala Daerah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Pemprov Sumbar.

“Jika Gubernur Sumbar mencla mencle dalam keterbukaan informasi publik maka dipastikan korupsi di tubuh Pemerintah Sumbar akan terus menerus terjadi akibat tertutupnya informasi publik. Gubernur perlu tahu  bahwa korupsi akan berkembang pesat  karena ditutupnya akses informasi publik. Jika informasi terbuka maka koruptor tak akan berani.Sudah saatnya Gubernur dan pemprov Sumbar terbuka dalam pengelolaan dana rakyat. Ingat itu uang rakyat dan rakyat berhak untuk tahu,” katanya. (h/fzi)

Exit mobile version