PADANG, HARIANHALUAN.ID — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat 700 lebih gempa terjadi di sejumlah titik di Sumatera Barat sepanjang 2023. Fenomena yang terbilang lumrah untuk kawasan pinggiran lempeng tektonik ini harus menjadi perhatian serius dalam memperkuat mitigasi bencana.
Pakar Gempa yang juga Akademisi di Universitas Andalas (Unand), Badrul Mustafa Kemal, menilai intensitas gempa di Sumbar yang mencapai 768 kali berdasarkan laporan BMKG merupakan kejadian yang lazim untuk daerah yang berada pada pinggiran lempeng tektonik yang bertumbukan.
“Gempa – gempa itu terjadi sebagai pelepasan energi yang terakumulasi akibat tumbukan kedua lempeng tektonik tersebut, yakni antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Wilayah Sumatera Barat merupakan tempat munculnya gempa-gempa dangkal dan sedang sebagai akibat tumbukan kedua lempeng tersebut,” ujarnya kepada Haluan Selasa (2/1).
Namun kata Badrul, fenomena ini tidak boleh diabaikan. Pemerintah dan seluruh pihak perlu untuk memberikan perhatian khusus, sebab tidak tertutup kemungkinan potensi gempa dengan magnitudo yang cukup besar. “Kita harus tetap waspada menghadapi gempa kuat, bahkan sangat kuat dari megathrust Mentawai sebagai tempat salah satu sumber gempa kuat,” ujarnya.
Khususnya segmen Siberut yang belum melepas potensi energi di dalamnya yang diprediksi akan berulang setiap 200-an tahun. Saat ini, kata Badrul, masih ada dua per tiga lagi energi belum lepas yang diperkirakan akan menghasilkan gempa berkekuatan di atas 8,0 magnitudo. Bahkan mungkin saja sekitar 8,9 magnitudo.
“Ada dua hal yang bisa dipahami. Pertama, walaupun 768 kali terjadi gempa selama tahun 2023, namun karena kebanyakan berupa gempa kecil, dan sedikit gempa sedang yang dirasakan. Artinya energi yang dilepaskan masih kecil dari energi yang tersimpan di megathrust Mentawai,” katanya.
Kedua, sambung Badrul, pola gempa yang terjadi yang bersumber di megathrust Mentawai tetap atau konstan sehingga akumulasi dari energi yang lepas cukup untuk menghabiskan energi yang tersisa sampai 50 tahun ke depan.
“Tapi kembali kita harus diikuti terus oleh kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi yang lebih besar melalui peningkatan pemahaman oleh pemerintah dan stakeholder terkait,” ujarnya.
Badrul mengatakan, Indonesia dan Sumbar secara khusus perlu untuk belajar lebih banyak dari Jepang dalam memperkuat mitigasi gempa. Hal ini terlihat bagaimana Jepang meminimalisir dampak kerusakan dan korban dari gempa magnitude 7,6 pada Senin kemarin.
“Jepang yang memiliki tingkat kerawanan yang lebih tinggi terhadap gempa bumi, juga tsunami, dapat menekan risiko dengan sangat baik melalui peningkatan kapasitas SDM dan bantuan alat/teknologi berkat kemajuan IPTEK dalam masalah kegempaan ini,” katanya.
Sebelumnya, Koordinator Data dan Informasi BMKG Padang Panjang, Hamdy Arifin menyampaikan wilayah Sumatera Barat dan sekitarnya diguncang gempa bumi sebanyak 768 kali gempa sepanjang 2023.
768 gempa tersebut, 33 kali gempa diantaranya dirasakan oleh masyarakat. Kemudian gempa berkedalaman dangkal (kurang dari 60 km) sebanyak 642 kali. Gempa kedalaman menengah (60 km sampai 300 km) sebanyak 118 kali dan gempa dalam (di atas 300 km) sebanyak 8 kali.
Hamdy mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik namun tetap waspada, karena Sumbar merupakan daerah yang rawan gempa. “Kepada masyarakat dihimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” ucapnya.
Selain itu, saat terjadi gempa yang cukup kuat getarannya, agar menghindari dari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa. “Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal anda cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yg membahayakan kestabilan bangunan sebelum anda kembali kedalam rumah,” ucapnya.
Masyarakat juga diminta memastikan informasi resmi hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui kanal komunikasi resmi yang telah terverifikasi. (h/yes)