Perebutan Suara Kursi Wakil Rakyat Kian Ketat

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Peta perebutan suara dalam kontestasi pemilihan Calon Legislatif (Caleg) 2024 di Sumatera Barat (Sumbar) diprediksi akan lebih ketat dari pemilu sebelumnya. Hal ini tidak lepas dari bergesernya koalisi partai politik dalam mengusung calon presiden. Kualitas dan gagasan Caleg pun akan menjadi penentu untuk dapat mengeruk suara dalam meraih kursi, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi atau pun DPR RI.

Data KPU Sumbar mencatat sebanyak 8.104 Caleg maju dalam pemilihan, mulai dari DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, dan DPD RI. Mereka nantinya bakal mengisi kursi anggota legislatif hanya 673 orang caleg.

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai, peta dukungan suara pemilih Sumbar di Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) serentak 2024 nanti, akan jauh berbeda dibandingkan dengan peta dukungan pada  Pemilu serentak 2019 silam.

Menurut Arifki, pada tahun 2019 lalu para Caleg dari partai-partai  pengusung Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden (Capres),  jelas sangat diuntungkan karena mereka memiliki sikap politik yang sama dengan pilihan mayoritas masyarakat Sumbar saat itu.

“Tapi pada Pemilu 2024 ini, ada perubahan sikap pemilih. Sebagian besar orang Minang mendukung Anies, sebagian lagi mendukung  Prabowo dan sebagian kecil lagi mendukung Ganjar,” ujarnya kepada Haluan Rabu (24/1).

Arifki menyebut,  perubahan peta koalisi partai pengusung Capres pada Pemilu 2024 kali ini, telah membuat para Caleg dari partai  pendukung Prabowo-Gibran  di Sumbar merasa khawatir untuk terang-terangan menggalang dukungan bagi Capres jagoan mereka.

“Para Caleg ini akan khawatir. Jika mereka terang-terangan mendukung Prabowo, ternyata tidak semua pemilih mendukung Prabowo. Begitupun dengan Caleg partai koalisi pendukung Ganjar, mereka pasti berhitung ke arah sana ,” katanya.

Ia mengatakan, gejala kekhawatiran ini, bisa dilihat dari masih belum kompak dan solidnya seluruh Caleg dari koalisi pendukung Prabowo-Gibran di Sumbar  untuk memasang atribut kampanye Prabowo-Gibran di Alat Peraga Kampanye (APK)  mereka masing-masing. “Hal ini menunjukkan betapa tidak percaya dirinya pendukung Prabowo di Sumbar. Meskipun pada sisi lain, sebenarnya pendukung Prabowo juga cukup kuat di Sumbar karena suara yang diperebutkan di Pilpres terpisah dengan suara yang diperebutkan di Pileg,” ujarnya.

Berbeda dari Caleg pendukung Prabowo atau Ganjar di Sumbar, lanjut Arifki,  Caleg dari partai pendukung Anies Baswedan sebagai Calon Presiden di Sumbar, justru akan sangat diuntungkan pada Pemilu 2024 ini. Sebab tren terkini menunjukkan  bahwa mayoritas  masyarakat Sumbar karena berbagai faktor dan variabel  lebih cenderung dekat dan menyukai Anies Baswedan dibandingkan dengan dua Capres lainnya.

 Agar tetap terpilih di tengah lanskap peta dukungan masyarakat Sumbar yang hampir dapat dipastikan mengarah kepada Anies Baswedan ini, sambung Arfiki,  Caleg petahana dari partai pendukung Prabowo dan Ganjar di Sumbar harus bekerja ekstra keras lagi.

“Caleg petahana dari koalisi Prabowo dan Ganjar harus bisa membuat pertimbangan publik bukan lagi soal Ideologi orang Minang dalam memilih Capres. Tapi mereka harus berhasil menanamkan penilaian bahwa dia cukup berhasil sebagai Caleg petahana,” ungkapnya.

Sementara bagi Caleg penantang baru, menurut Arifki kunci kemenangan mereka terletak pada kemampuan untuk mencari celah-celah titik lemah dari Caleg petahana yang telah diberikan kesempatan oleh masyarakat selama ini. “Caleg pendatang baru juga  harus bisa membuat dirinya booming di Dapilnya masing-masing sembari berusaha menunjukkan bahwa dirinya akan bisa bekerja lebih baik bagi masyarakat daripada calon-calon petahana yang telah ada sebelumnya,” tuturnya.

Sementara itu, Pakar Politik Universitas Negeri Padang, Reno Fernandes, S.Pd., M.Pd, menilai petahana dan pendatang baru memiliki peluang menjadi anggota legislatif. Namun dalam hal ini, menurutnya, yang memiliki kesempatan lebih besar yaitu petahana, karena kandidat yang bisa dilihat dan dievaluasi kinerjanya pada kurun waktu lima tahun selama masa jabatannya.

Ia menilai, berpeluang atau tidaknya petahana dalam Pemilu tergantung kepada kinerjanya pada saat menduduki jabatan pada periode sebelumnya. Di samping itu, menurutnya, pendatang baru juga akan memiliki peluang selama mereka mampu meyakinkan masyarakat. “Pendatang baru harus punya strategi dalam memperkenalkan dirinya kepada masyarakat mengenai apa yang sudah dia lakukan dan apa yang dia tawarkan ketika dia mengajak masyarakat untuk memilihnya,” katanya

Reno menambahkan, jika pendatang baru ingin mengantongi banyak suara, maka yang harus mereka tawarkan adalah harapan serta tidak lupa membaca potensi diri sehingga segala hal yang ditawarkan saat kampanye tidak hanya menjadi harapan semata ketika mereka terpilih.

“Pendatang baru harus mampu meyakinkan masyarakat melalui gagasan yang sehat, sejauh mana dia bisa meyakinkan orang dengan potensi yang dimiliki, melalui rekam jejak dan apa yang dimiliki sehingga mereka bisa merealisasikan hal tersebut saat terpilih,” katanya.

Terpisah, Pakar Politik Universitas Andalas, Prof. Dr. H. Asrinaldi, S.Sos., M.Si, juga mengatakan hal senada, bahwa petahana lebih berpeluang besar karena mereka sudah jelas memiliki pendukung yang stabil dan loyal disertai dengan dana pokok pikiran  yang bisa memobilisasi pendukung.

“Kalau berbicara peluang, tentu lebih besar petahana. Namun bukan berarti non petahana tidak berpeluang. Sepanjang modal sosial mereka selama ini terjalin dengan baik dengan konstituen, mereka juga memiliki potensi untuk mengalahkan petahana apalagi petahana yang jarang datang kepada konstituen,” katanya.

Menurutnya, saat petahana tidak mampu mengembangkan dan memperbaharui gagasan mereka, maka masyarakat akan mencari alternatif lain dengan berpindah haluan kepada pendatang baru.

“Kita tidak bisa memungkiri bahwa ada calon non petahana yang punya kemampuan untuk membangun harapan yang selama ini tidak diwujudkan sehingga masyarakat kecewa,” kata Asrinaldi.

Dikatakannya, salah satu strategi pendatang baru yang bisa dilakukan adalah membangun jejaring sosial di tengah-tengah masyarakat sebagai modal sosial. Menurutnya, pendatang baru yang berpotensi dipilih adalah mereka yang kinerjanya terlihat oleh masyarakat. (h/fzi/mg-ipt)

Exit mobile version