PADANG, HARIANHALUAN.ID – Sepanjang 2023, Sumatera Barat (Sumbar) kerap diterjang oleh bencana ekologis yang menimbulkan kerugian yang cukup signifikan. Selain dampak dari krisis iklim, bencana banjir dan longsor juga dipicu oleh penurunan daya serap air yang cenderung menurun di Sumbar.
Komunitas Konservasi Indonesia (WARSI) Sumbar dalam Refleksi Pengelolaan Sumber Daya Alam Sumatra Barat menyoroti sejumlah bencana alam yang melanda Sumbar sejak satu tahun belakangan, mulai dari banjir longsor di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Agam yang sempat memutus total akses jalan Sumbar-Riau, hingga erupsi Gunung Marapi.
Direktur KKI Warsi, Adi Junedi, dalam pemaparannya menjelaskan, bencana banjir di Kabupaten Limapuluh Kota beberapa waktu lalu, telah merendam kawasan ekowisata Harau, merusak rumah penduduk serta menyebabkan dua orang korban meninggal dunia.
Sementara pada bulan Juli 2023 , lalu bencana banjir juga sempat merendam 7 Kabupaten /Kota seperti Pesisir Selatan, Agam, Kepulauan Mentawai, Kota Padang, Pasaman Barat, dan Kota Pariaman. Kejadian ini juga menyebabkan 5 orang korban meninggal dunia.
“Banjir dan longsor ini terjadi karena ketidakmampuan tanah menyerap air dan menjadi aliran permukaan yang masuk ke slur sungai yang sudah banyak material sedimentasi, maka banjir pun tak terelakkan,” terang Direktur Adi Junedi, Rabu (24/1).
Ia menjelaskan, bencana ekologis seperti banjir dan longsor merupakan fenomena alam yang terjadi akibat cuaca ekstrim yang dipicu oleh gangguan atas beberapa faktor yang saling mempengaruhi antara manusia, makhluk hidup dan kondisi alam. TIM GIS KKI Warsi kemudian melakukan analisis keruangan Sumbar untuk melihat pengelolaan sumber daya alam (SDA) di dan pengaruhnya terhadap bencana ekologis yang terjadi.