Kontestasi Pemilu 2024 Sumbar, Butuh Wakil Rakyat Yang Perjuangkan Suara Kaum Rentan

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Sumatera Barat (Sumbar) berharap Calon Legislatif (Caleg) tingkat Kabupaten/ Kota, Provinsi, DPR RI hingga DPD RI untuk memberikan prioritas lebih kepada kaum rentan seperti perempuan, lansia, penyandang disabilitas, dan janda. Selain itu, mereka juga diminta ikut mencarikan solusi pencegahan dan penanganan korban pernikahan usia dini di Sumbar.

Direktur Eksekutif LP2M Sumbar, Ramadhaniati, mengatakan, meski angka perkawinan anak usia kurang dari 19 tahun serta jumlah permohonan dispensasi usia perkawinan di Sumbar tidak begitu banyak, namun pernikahan dini di Provinsi ini ibaratnya  fenomena Gunung es.

“Artinya, perkawinan usia kurang dari 19 tahun di permukaan sekilas  angkanya tidaklah banyak,  namun di lapangan, perkawinan usia ≤ 19 tahun ini banyak terjadi, hanya saja  tidak tercatat,” ujarnya kepada Haluan Kamis (25/1) di Padang.

Menurut Ramadhanti, faktor penyebab utama sering tidak tercatatnya pernikahan usia dini ini, adalah banyaknya pelaku ‘tukang kawin liar’ yang menikahi perempuan belum berumur 19 tahun lewat pernikahan siri. Kondisi itu, semakin diperparah dengan adanya keinginan para orang tua untuk mengurangi beban keluarga disamping adanya kekhawatiran sang anak berbuat zina karena sudah kesana kemari dengan pacarnya.

“Akhirnya, jika ada yang melamar, langsung diterima saja. Mereka menganggap pamali jika lamaran tidak diterima serta takut anaknya menjadi perawan tua atau mengalami kehamilan yang tidak diinginkan,” katanya.

Ia menegaskan, perkawinan anak usia dini ini sungguh memprihatinkan dan sangat merugikan bagi pihak perempuan. Namun sayangnya, kerugian ini sepertinya tidak banyak disadari oleh masyarakat. Padahal kenyataannya,   perkawinan usia ≤ 19 tahun ini  berpotensi merenggut hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan serta sering kali memicu banyak terjadinya perceraian.

“Pernikahan dini juga sering kali menyebabkan anak lahir dalam keadaan stunting. Disamping meningkatkan risiko terjadinya kekerasan seksual, KDRT hingga berujung kemiskinan dan lain sebagainya,” ucapnya.

Terkait dengan isu pencegahan dan penanganan korban perkawinan usia ≤ 19 tahun ini, sebenarnya sudah diatur di dalam Undang-Undang perkawinan Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dijelaskannya,  pada pasal 7 UU tersebut bahkan telah dinyatakan bahwa batas minimal umur menikah  yang diperbolehkan pada perempuan dan laki-laki  adalah 19 tahun. Namun kampanye Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) justru  menyatakan bahwa umur ideal menikah bagi laki-laki adalah 25 tahun, sedangkan perempuan 21 tahun. “Harapannya, dengan begitu keluarga  yang  baru saja terbentuk hendaknya menjadi keluarga yang kuat, dan punya ketahanan yang baik,” ujarnya.

Atas kompleksitas fenomena pernikahan anak di bawah 19 tahun di Sumbar, menurut Ramadhanti, jika terpilih sebagai wakil rakyat para Caleg harus mampu mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan perempuan, lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya.

Hal itu penting agar kalangan rentan ini  memiliki kemampuan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Sebab faktanya,  perubahan iklim paling berdampak pada perempuan, lansia, penyandang disabilitas, dan anak-anak dan kelompok rentan lainnya.

“Kemudian para Caleg juga perlu memperjuangkan adanya gedung, fasilitas dan layanan publik yang responsif terhadap perempuan hamil, lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas menurut ragamnya di tingkat provinsi, maupun desa dan Nagari,” tambahnya.

Ia juga mendorong para Caleg untuk terus mendorong kebijakan-kebijakan progressif yang menyangkut dengan program pengentasan kemiskinan, terutama pada perempuan-perempuan Single Parent yang berperan sebagai kepala keluarga.

“Kita juga membutuhkan Caleg yang mampu menciptakan pendidikan inklusif atau pendidikan untuk semua disamping perlindungan dan pemenuhan hak-hak lansia sehingga tidak ada lagi  kekhawatiran  di hari tua,” pungkasnya.

Sementara itu, Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Sumbar, Samaratul Fuad, menegaskan, masyarakat Sumbar membutuhkan wakil rakyat yang memiliki visi yang jelas terkait dengan strategi pemberdayaan perempuan.

“Keberpihakan ini penting sebab sampai saat ini masih sangat banyak perempuan-perempuan Single Parent  Sumatra Barat yang menjadi pejuang rupiah untuk menghidupi keluarga mereka,” ujarnya kepada Haluan Kamis (25/1).

Menurut Samaratul Fuad, hampir di seluruh daerah di Sumbar, sampai saat ini  masih sering ditemui adanya kaum ibu yang berjuang mati-matian mencari nafkah untuk keluarganya. Wanita-wanita kuat pejuang rupiah ini, bahkan keberadaannya bisa ditemui dengan mudah dimana-mana. Termasuk di  pasar-pasar tradisional dan pusat-pusat ekonomi lainnya.

“Pemerintah daerah, maupun para wakil rakyat yang akan duduk di kursi parlemen nantinya, perlu menjadikan agenda pemberdayaan ekonomi mereka ini sebagai agenda utama yang akan diperjuangkan,” ucapnya.

Selain keberpihakan terhadap wanita dan kalangan rentan, lanjut Samaratul Fuad, masyarakat Sumbar juga sangat membutuhkan wakil rakyat yang benar-benar mengerti dan paham terkait pemenuhan hak konstitusional warga negara khususnya  Hak Asasi Manusia (HAM).

Jangan Terbuai Politik Uang

Di sisi lain, Bundo Kanduang Sumbar mengajak masyarakat untuk  memilih Calon Legislatif (Caleg) yang aspiratif, berakhlakul karimah serta mengerti terhadap segala persoalan yang terjadi di negeri ini pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 mendatang.

Ketua Umum Bundo Kanduang Sumbar, Prof.  Dr. Ir. Puti Reno Raudha Thaib menyebutkan, sesuai dengan ajaran agama, pemimpin yang dipilih haruslah memiliki sifat sidiq, tablig, fathonah dan amanah.

“Sebagai pemilih Minangkabau yang beragama islam, kita juga harus memastikan orang yang dipilih telah menjalankan apa yang menjadi syariat agama dalam kesehariannya,” ujarnya kepada Haluan kemarin di Padang.

Ia menegaskan,  Caleg yang pantas dipilih, haruslah mereka yang benar-benar berkompeten dan berintegritas. Mereka  tidak boleh berada didaftar  Caleg hanya sebagai pelengkap persyaratan pendaftaran saja.

“Dia harus berkapasitas dan berkompeten. Terserah itu laki-laki atau perempuan. Sebab dalam politik tidak ada kelamin. Yang menjadi persoalan dia harus bisa menyampaikan dan memperjuangkan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat,” ungkapnya.

Bundo Kanduang mengingatkan, masyarakat pemilih Sumbar tidak boleh terbuai dengan bujuk rayu politik uang yang sering dilakukan  diam-diam oleh para Caleg yang menginginkan dukungan lewat cara instan.

“Jangan sampai kita gadaikan masa depan kita selama lima tahun hanya karena uang yang jumlahnya tidak seberapa. Sebelum memilih kita harus tahu betul rekam jejak dan integritasnya,” pungkasnya. (h/fzi)

Exit mobile version