Meski Dituntut Lima hingga Enam Tahun, PH Terdakwa Kasus Korupsi Sapi, Dr. Suharizal Meyakini Dua Orang Kliennya bisa Diputus Bebas

HARIANHALUAN.ID – Perkara dugaan korupsi penyediaan benih atau bibit ternak dan hijauan pakan ternak yang sumbernya dari daerah provinsi lain, di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tahun anggaran 2021 memasuki babak penuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut enam orang terdakwa kasus tersebut mulai dari lima hingga enam tahun dengan menggunakan pasal 3.

Untuk terdakwa berinisial DM selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dituntut 5 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 3 bulan penjara. Terdakwa FA selaku Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan (PPTK), dituntut 6 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 3 bulan penjara. Sedangkan terdakwa A, dituntut 5 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 3 bulan penjara. Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp1.102.419.800, subsider 2 tahun dan 6 bulan penjara.

Tak hanya itu saja, JPU juga menuntut terdakwa lainnya yaitu PRS dengan tuntutan selama 5 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 3 bulan penjara. UP Rp2.608.610.000.800. Terdakwa AAP dituntut 5 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 3 bulan penjara. UP 1.776.939.750, subsider 2 tahun dan 6 bulan penjara. Dan terakhir terdakwa F, dituntut 5 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 3 bulan penjara. UP1.877.488.655, subsider 2 tahun dan 6 bulan penjara.

Menurut PH terdakwa DM dan FA, yaitu Dr. Suharizal, SH, MH, mengatakan, tuntutan yang dibacakan oleh penuntut umum tidak membuat terkejut. Pasalnya, sejak awal penuntut umum seperti ragu-ragu menyatakan KPA dan PPTK ini melawan hukum, makanya pasal 2 tidak dimuat.

“Penuntut umum tidak menggunakan pasal 2 sejak dibacakannya dakwaan, namun hanya pasal 3 dalam tuntutannya. Menurut keyakinan kami, klien kami ini tidak terbukti melakukan kesalahan melawan hukum,” ungkap Suharizal.

Ia melanjutkan, kalau benar terbukti menyalahi wewenang, maka batu ujinya administrasi negara. Kalau dirunut undang-undang negara KPA dan PPTK telah diberi sanksi berdasarkan undang-undang kepegawaian. Artinya hukum pidana tidak bisa digunakan untuk menghukum kedua pegawai ini, karena pangkatnya sudah diturunkan, gajinya sudah dipotong.

“Artinya adalah hukum pidana tidak bisa diberikan lagi kepada kedua pegawai ini lagi. Jadi ketika hukum administrasi sudah diberikan kepada kedua pegawai ini, maka tidak bisa lagi hukum pidana diberikan lagi. Kami berharap hakim bisa membaca soal soal seperti ini dan sangat beralasan dua orang klien kami ini bisa diputus bebas oleh hakim,” sebut Suharizal lagi.

Menurut JPU, para terdakwa melanggar pasal 3 junto pasal junto pasal 18 19 nomor 31 tahun 1999, yang telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Kasus Korupsi.

“Hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal-hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan dalam persidangan,” kata JPU Awilda, saat membacakan amar tuntutannya, Rabu (28/2) di Pengadilan Negeri Padang. 

Usai pembacaan tuntutan, para terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) tampak berkonsultasi atas tuntutan JPU tersebut. 

“Kami akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi, yang akan dibacakan tanggal 1 Mei 2024,” ujar PH.

Sidang yang diketuai oleh Dedi Kuswara didampingi oleh Emria Fitriani dan Tumpak Tinambunan masing-masing selaku hakim ad-hoc Tipikor. Mengabulkan permohonan para PH terdakwa. (h/win)

Exit mobile version