PADANG, HARIANHALUAN.ID – Agrowisata Seilar Balai Benih Sumatera Barat salah merupakan satu Agrowisata yang indah berada di Lubuk Minturun, Koto Tangah, Kota Padang dalam kondisi terabaikan dan terbengkalai.
“Seharusnya UPTD Balai Pembibitan dan Agrowisata ini harus diperhatikan karena merupakan sumber PAD,” ujar Kepala UPTD Balai Pembibitan dan Agrowisata Kota Padang, Lukman, Jumat(15/3).
Lukman menyebut sebab terbengkalainya agrowisata Seilar Balai Benih ini karena anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Padang tidak bisa memenuhi untuk perkembangan Agrowisata Seilar Balai Benih yang berada di Lubuk Minturun tersebut.
“Tanpa didukung anggaran yang memadai agrowisata ini tidak bisa berkembang, namun jika didukung wisata ini akan menjadi salah satu yang terindah di Kota Padang,” ujarnya.
Ia menjelaskan Agrowisata Seilar Balai Benih ini memiliki luas 16.5 hektar. Anggaran yang dikeluarkan dari Pemerintah Kota Padang untuk mengelola tempat wisata tersebut sebesar Rp 350 juta per tahunnya. Ia mengaku anggaran yang disediakan Pemerintah tidak bisa mencukupi untuk pengelolaan Agrowisata tersebut.
“Dari anggaran yang digelontorkan untuk lahan seluas ini hanya bisa menutup sekitar 70 persen saja, karena sekitaran September anggaran sudah habis dan itu hanya untuk perawatan dan pembersihan lahan saja bahkan banyak bibit tanaman yang mati. Makanya untuk sementara belum mampu berkembang hanya untuk bertahan saja,” ujarnya.
Katanya, Pendapatan murni wisata ini berasal dari sewa gedung pertemuan dan sewa penginapan. Menurutnya agrowisata dapat menghasilkan pemasukan dari berbagai sektor seperti penjualan bibit, karcis masuk, dan tambahan sarana hiburan berupa kolam renang kecil.
“Bibit yang kita punya disini tidak ada sertifikasinya sehingga tidak dapat kita jual akhirnya bibit diberikan secara cuma-cuma ke petani sekitar. Ditambah kunjungan ke wisata ini tidak dipungut tarif makanya pemasukan hanya dari sewa gedung saja,” ujarnya.
Terbengkalainya agrowisata Seilar Balai Benih berdampak kepada tingkat kunjungan wisatawan sangat rendah bahkan hampir tidak ada sama sekali. Meski begitu berkat hadirnya program mengenal lingkungan yang dibawa oleh sekolah sehingga kunjungan yang datang ke agrowisata berasal dari siswa sekolah mulai dari SD hingga SMP.
“Agrowisata tidak dikelola dengan baik membuat kurangnya daya tarik sehingga berdampak kepada rendahnya minat kunjungan wisatawan,” ujarnya.
Ia berharap adanya keterlibatan pihak ketiga untuk berinvestasi dalam pengelolaan agrowisata Seilar, karena akan sulit jika mengandalkan anggaran dari APBD Pemerintah saja.
“Kita juga menunggu uluran tangan dari investor supaya bisa mengembangkan wisata ini yang banyak diminati pengunjung,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kota Padang, Yoice Yuliani mengatakan, pembangunan Agrowisata bukan berasal dari dana Pemko Padang melainkan dari pengadaan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2006.
“Progres agrowisata ini stagnan apalagi sejak tidak ada lagi DAK, anggaran Pemko hanya cukup untuk pemeliharaan saja,” ujarnya.(*)