Teks foto: PKBI Sumbar menggelar workshop aksi pembangunan berketahanan iklim yang inklusif bersama Bupati Padang Pariaman. RAMADHANA
PADANG, HARIANHALUAN.ID – Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumbar menggelar forum diskusi terkait penggagasan peraturan untuk aksi berketahanan iklim bersama Bupati Padang Pariaman beserta kepala organisasi perangkat daerah(OPD) di Grand Basko Hotel, Rabu (3/4).
“Kita sengaja berdiskusi dengan pihak terkait agar adanya usulan maupun ide tentang regulasi dan dasar hukum tentang pelaksanaan kegiatan Pembangunan Berketahanan Iklim yang inklusi (PBBI),” ujar Wakil Bidang Kebencanaan PKBI Sumbar, Hidayatul Irwan, Rabu(3/ 4).
Katanya, sejak 2021 akhir PKBI Sumbar telah menggagas kegiatan yang berkaitan pembangunan berketahanan iklim di Kabupaten Padang Pariaman. Adanya dasar hukum dari kegiatan tersebut dinas dan lembaga dapat mengkolaborasikan kegiatan pembangunan dengan berketahanan iklim yang inklusif.
“Dasar hukum nya itu melalui sebuah peraturan Bupati (Perbup) sehingga setiap OPD bisa sinkron dengan kegiatan ini, hal itu tujuan utama dari diskusi ini. Walaupun harapan kita kedepannya itu lahirnya Peraturan Daerah (Perda),” ujarnya.
Hidayatul menambahkan, selain mendorong dalam menggagas kebijakan dan peraturan PKBI Sumbar juga gencar mensosialisasikan kepada petani terhadap dampak perubahan iklim dalam sektor pertanian.
“Memberikan edukasi tentang perubahan iklim sehingga para pelaku pertanian dapat menyikapi berbagai kondisi yang terjadi pada lahan pertanian mereka,”ujarnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Klimatologi Sumbar, Heron Tarigan mengatakan unsur iklim mengalami perubahan yang tidak wajar. Ia menyebut pada tahun 2023 merupakan tahun dengan suhu tertinggi, hal ini dibenarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahwa adanya peningkatan suhu dunia akibat pemanasan global sehingga berdampak kepada perubahan iklim.
“Saat ini jelas perubahan iklim sudah terjadi karena suhu mengalami perubahan yang tidak normal dan di luar rata-rata,” ujarnya.
Ia mengatakan, Perubahan iklim saat ini memicu terjadinya bencana hidrometeorologi sehingga hujan ektrem akan lebih sering terjadi. Selain itu periode ulang terjadinya Elnino dan La nina juga akan semakin sering dibandingkan puluhan tahun yang lalu.
“Untuk mengantisipasi hal ini kita harus bisa menyikapi dampak yang mengakibatkan dampak perubahan iklim yakni dengan mengurangi emisi gas rumah kaca seperti penggunaan bahan mengandung fosil yang banyak menyumbang pemasan global,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Hubungan Internasional Unand, Apriwan mengatakan untuk mengantisipasi perubahan iklim baik pemerintah lokal maupun nasional mesti melakukan tiga hal yakni adaptasi, mitigasi dan penguatan resiliensi. Menghadapi perubahan iklim menurutnya Pemerintah harus menyosialisasikan secara masif kepada masyarakat karena isu perubahan iklim dan pemanasan global sudah menjadi masalah dalam keseharian.
“Pemerintah seharusnya banyak mengambil dan membuat kebijakan berfokus kepada isu lingkungan, yang selama ini benar-benar kita hadapi setiap harinya,” ujarnya.(*)