Sumbar dalam Ancaman Para Predator Seksual

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani. IST

PADANG, HALUAN — Pemerintah daerah (Pemda) di Sumatra Barat (Sumbar) diminta bertindak tegas menyikapi kasus kekerasan seksual yang semakin di luar nalar, seperti kasus yang dialami oleh dua kakak beradik di bawah umur, yang digagahi oleh enam orang anggota keluarga korban sendiri. Sumbar dinilai sudah harus menyalakan alarm bahaya ancaman para predator seksual.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani menyebutkan, pemerintah harus memberikan perhatian khusus pada kasus kekerasan terhadap anak yang terus berulang. Menurutnya, masih banyak “pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan Pemda untuk mencegah kasus kekerasan seksual.

“Penanganan kekerasan seksual tidak bisa hanya fokus pada sanksi pemenjaraan bagi pelaku. Melihat tren kekinian yang menunjukkan tingginya angka kasus, yang didominasi oleh pelaku yang notabene keluarga terdekat. Seperti di Kota Padang, itu sudah saatnya Pemko menyediakan fasilitas Rumah Aman sebagai pusat layanan rehabilitasi dan konseling bagi para penyintas kekerasan seksual,” ujar Indira, Rabu (17/11).

Kasus kekerasan seksual di Kota Padang, sambung Indira, seperti fenomena gunung es yang hanya bagian puncak yang terlihat, karena dari sejumlah pedampingan terhadap korban kekerasan seksual  oleh LBH Padang, masih banyak penyintas yang bungkam atas perlakuan yang diterimanya hingga bertahun-tahun. Sebab, ada kekhawatiran distigma jelek oleh masyarakat.

Menurut Indira, Pemda terutama Pemko Padang, harus melakukan kajian ilmiah bersama para ahli untuk mengindentifikasi penyebab dari kekerasan seksual yang terus menerus berulang. Termasuk juga mengambil kebijakan yang tepat untuk mencegah kasus kekerasan seksual kembali terjadi.

“Penanganan kasus kekerasan seksual terkesan dengan cara hit and run semata, hingga kasus seperti ini selalu berulang kali terjadi. Untuk itu, sangat diperlukan upaya menyeluruh dari Pemko Padang melalui unit P2A dalam melakukan kajian, sehingga didapatkan formulasi kebijakan strategis yang tepat untuk menuntaskan kasus ini. Entah itu lewat edukasi, pengawasan, atau pun peningkatan peran tokoh-tokoh masyarakat,” ujarnya.

Di samping itu, ia juga mengkritisi pelaksanaan hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara bagi para pelaku kekerasan seksual yang belum dijalankan sepenuhnya. Bahkan, para pelaku ada yang tetap bebas berkeliaraan karena berhasil lolos dari pemenjaraan setelah menempuh jalan damai.

“Hambatannya kadang ada pada kasus kekerasan seksual yang melibatkan orang terdekat, masih ada ditemukan kasus di mana keluarga enggan menempuh jalur hukum karena tidak kuat menanggung rasa malu akibat perbuatan yang dilakukan oleh salah satu keluarganya,” katanya lagi.

Indira menambahkan, dalam penanganan kasus kekerasan seksual, juga harus memperhatikan upaya pemulihan psikis korban yang mengalami trauma mendalam. Apalagi, jika pelaku masih berada di lingkungan korban.

“Tantangan terbesar dari penanganan kasus kekerasan seksual ada pada mentalitas masyarakat kita. Saat ini, masih ada pandangan di masyarakat yang malah menyalahkan korban kekerasan seksual, sehingga korban banyak memilih bungkam dan diam karena malu untuk mengungkapkan, ” tuturnya.

Aksi Bejat Predator Seksual

Sementara itu, Mapolresta Padang berhasil mengungkap kasus kekerasan seksual yang dilakukan bersama-sama terhadap dua anak perempuan berumur 5 tahun dan 7 tahun. Ironisnya, para pelaku berstatus kakek, paman, saudara laki-laki, dan tetangga korban, yang tinggal di perumahan Cendana, Kelurahan Mata Air, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang.

“Pelaku berjumlah enam orang. Empat di antaranya sudah berhasil diringkus. Pelaku yang sudah berhasil ditangkap adalah J (65) berstatus kakek korban, R (25) paman korban, G (10) dan R (10) yang merupakan kakak sepupu korban. Ada pun dua pelaku lagi, kakak kandung korban berinisial A dan tetangga berinisial U, sedang diburu,” ujar Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda, Rabu (17/11)

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, kata Rico, perbuatan bejat itu pertama kali dilakukan oleh kakek korban. Aksi tersebut dilihat oleh R yang merupakan paman korban, yang kemudian melakukan hal serupa pada keesokan harinya.

“Aksi paman korban ketika melakukan perbuatan bejat itu diduga juga disaksikan oleh kakak kandung korban yang kemudian juga melakukan aksi yang sama pada keesokan harinya lagi,” kata Rico.

Rico menambahkan, kasus tersebut terungkap ketika kedua korban mendatangi salah seorang tetangganya dan menceritakan peristiwa kekerasan seksual yang mereka alami. Setelah dilanjuti dan dilakukan pemeriksaan visum, diketahui terdapat luka robek pada kemaluan kedua korban.

Kondisi kedua korban, kata Rico, mengalami trauma berat sehingga dibutuhkan pendampingan dan konseling dari unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Padang dan Dinas Sosial. Termasuk juga pendampingan dari psikolog untuk memulihkan trauma yang diderita kedua korban. (h/mg-fzi)

Exit mobile version